Draft Antologi Puisi
Sajak-sajak Nero Taopik Abdillah
SAJAK TAHLILLAN
: buat Alm. Wan Anwar
Irhamna Ya Arhamarrohimin
Aku tak ingin berbicara kematian, karena maut telah memagut
inilah selembar sajak tahlillan
Sajak yang kukirim menembus angin kubur
Menancapkan symbol doa-doa disekitar pelataran barzah
Kemudian menyulap air mata di wajah pipimu Reihan
Pecah dan menjadi kunang-kunang kemilauan
inilah selembar sajak tahlillan, Kekasih
utuslah Basyar Mubasyr yang berparas peri
menemaninya sebelum tujuh matari mahsyar
lahir dari perut barat menjadi tiang kesentosaan
Kekasih, putarlah siluet firdaus
pada deret waktu antara barzah dan mizanMu
Hingga sampailah seluruh sajak tahlillku untuknya
dalam larik-larik nasyid keagungan
Turjaun
Kematian yang berembun
2010
AKU TAK INGIN JATUH CINTA LAGI TUHAN
aku tak ingin jatuh cinta lagi tuhan
karena debur ombak terlalu indah untuk digauli
malam turun bersama langit yang membekas
di kulit pasir yang kian manja
orang gila menyampaikan orasinya di hadapan laut
tentang negeri yang kian kalut
sementara aku di sini
makin mabuk air garam
diterjang pusara ombak yang merona
memunguti hikayat takdir butir pasir
tentang cinta dan air mata
tentang kisah siti nurbaya
tentang kartini yang lupa jati diri.
aku tak ingin jatuh cinta lagi tuhan
karena malam terlalu anggun untuk ditinggalkan
daunan basah dicumbui hujan malam ini
mengelupas dalam nasyid kauniyahmu.
Sungguh
aku tak ingin jatuh cinta lagi
tuhan
karena hujan terlalu mahal
untuk ditukar dengan ramalan
2010
AKU JATUH CINTA LAGI TUHAN
Aku jatuh cinta lagi
tuhan
gulung gemulung ombak menampar birahiku
ada matamu
ada tanganmu
ada kakimu
ada senyummu
kemudian aku semakin mengenalmu lewat senja yang merona
menyetubuhi pasir dengan mantra-mantra
tiba-tiba ada orang gila menyusuri tepi pantai
mencari jejakMU
mencari larik-larik synom di naungan matari
menempelkan pamplet-pamplet kebencian
untuk pejabat bejat di ibu kota
sementara aku
semakin mabuk di pinggir pantai
menyaksikan camar terbang rendah
berselingkuh dengan debur ombak
-ah!
aku jatuh cinta lagi
tuhan
selepas ashar
di surau kecil
yang lenggang.
Tasikmalaya, 2010
PEREMPUAN YANG DIPERKOSA INDUKNYA
[1]
telepon genggamku tak mampu lagi
menampilkan pesan-pesan singkatmu lailla
sungguh engkau telah menjadi malam yang layu
selepas diperkosa indukmu
melahirkan sajak pada rahimku
[2]
jauh
menjauh
sungguh
engkau telah melarikan diri lailla
selepas diperkosa indukmu hingga bunting
dan melahirkan sajak pada rahimku
sementara rindumu telah kau sulap
menjadi air mata.
selepas mengaborsi anak kita
dan sebelum aku sempat menghamilimu.
tinggalkan aku lailla
karena cintamu telah berbenih resah
diperkosa indukmu hingga bunting
dan melahirkan sajak pada rahimku.
[3]
rindu dendam semakin sabur
dalam catatan wajahku
saat aku menguliti kenangan
padamu lailla
kini engaku telah bunuh diri
mengaborsi anak kita
sebelum aku sempat menghamilimu
[4]
pipimu pecah
kemudian retak di benakku
selepas aku tahu engkau telah mengubur air matamu
menganggukan kepala
dan menerima pinangan lelaki pilihan indukmu
2009-2010
TAFAKUR
Langit anggun
mengepung sajakku yang kian liar
ada namaMu menggantung
pada kesejatiaan cahya
Bintang
setiap nunMu adalah keanggunan
Agung
dadaku kian rembes
mengeja tasjyid yang tegas pada kauniyahMu
mesti tafakurku hanya setitik
embun membiru
ku temukan urat wajahMu
di tiap tikungan hela napasku
Culamega 2010
MEDITASI RAWA-RAWA
Rawa-rawa remang-remang.
Aku Duduk di gerbang mentari.
Syair-syair terdengar.
Pada pantulan gemuruh ombak.
Pada desir angin.
Pada derik jangkrik.
semacam siluet.
Langit tergerai.
Menampani cahaya
sabit merah meredup
mentari berwajah manja.
Subuh pun kian mendekat.
aku di sini
aku di sini menghadap ke timur anggun
meditasi dengan segenggam pasir dan embun.
pada payau dan asin cipatujah.
CIPATUJAH 2010.
SUATU MALAM
Purnama hitam
malam curam
pemuda itu menampani kemaluan
dengan pita hitam
-Gadis jadi betina.
DADAHA 2003
IN MEMORIAN CIPATUJAH
engkau lenyap
setelah menyajikan sekerat senyum
yang diawetkan air laut.
laut menghanyutkanmu
menyisakan senyum yang kian mengarat untukku.
Februari-April 2010
PURNAMA
Terlalu sulit untuk menyalahkan musim karena Purnama selalu hamil dipertengahan bulan, jika kemudian kujumpai engkau pada gemuruh puisi, itu hanya sekedar keisengan kalender di dinding ruang waktu.
Musim telah menukarkan degup jantung pada lembaran puisi, kemudian menjadi semacam diskusi sunyi tanpa tanya jawab.
ku temukan kesaksian pada kedip matamu, sebelum musim menjadi keyakinan dan matari terbit di upuk timur.
Lantas aku ingin melarikan diri ke warna senja menjumpai barat yang dihias lembayung. Bercanda dengan purnama, menerjemaahkan siang dan malam sebagai kelaziman.
Terlalu sering kusampaikan kekaguman kepada purnama, sehingga aku mabuk setiap pertengahan bulan, meneguk cahaya yang datang tanpa sengaja
2010
TUHAN KUSAKSIKAN MALAM
Di trotoar aku mengenangmu, rembulan mengapung dengan roh yang terbang kian kemari. Alunan harmonika bercampur asap knalpot menyajikan aroma malam yang sedap.
Semakin kunikmati saja malam ini, dengan namamu, dengan lantunan harmonika, dengan asap knalpot. Di trotoar yang menggumpal.
Sampailah aku pada puncak sunyi, setelah jalanan lenggang dan alunan harmonika terbang mengikuti roh rembulan.
Manusia telah tidur tinggal aku yang menenun namamu pada tiang-tiang kesunyian. Pada catatan-catatan telepon genggam. Tuhan kusaksikan malam.
2010
MAGHRIB YANG MULAI LENYAP
Senja merah jenaka
bocah-bocah berhamburan
keluar menuju maghrib di jendela mesjid.
Mereka tak peduli jejak sisa petak umpet tadi siang.
Berhamburan mencatat hijaiyah
para pemuda berselempang sarung membawa cerita ke tempat penyucian
orang tua bergegas mengantongi doa untuk anak-anaknya
sementara itu jalan raya sesak dikerumuni penghuni kota
maghrib di sini hanya semacam ritual pembuka malam
bocah-bocah tetap iseng di depan monitor
mengamini waktu dengan permainan
para pemuda sibuk bercinta
menikmati senja merah yang menyulut birahi
orang tua menggagahi waktu tanpa menyucikan diri
maghrib yang dulu mulai lenyap
dicuri lampu merkuri jalan raya.
2010
SEBELUM FAJAR MENJADI EMBUN
Ku tulis sajak sebelum fajar menjadi embun
rembulan masih menggantung dipertigaan langit
sementara angin melemparkan sunyi di antara tulang rusuk
o tuhan aku ingin terlelap dan menemukanmu pada bunyi kentongan pertanda subuh
menghunus mantra-mantra
menyajikannya di surau tempat pengaduan.
2010
ANONIM
terlalu sering malam kehilangan birahi/namun tidak untuk malam ini/hujan mengetuk kekakuan di antara kerumunan sajak/kemudian menjadi percakapan yang memperjelas secarik rindu pada matamu.
2010
SAJAK SAJAK RIA ARISTA BUDHIARTI
Domba VS Koruptor
Rumput siapa lagi yang kan kau siangi?
Aku hanya domba ,,,
Rumput mana lagi yang kan kau habisi?
Tak ada ladang lain lagi,,,
Diam saja,,,
Nikmati saja tahtamu sebagai gembala koruptor di negeri seribu rakyat jelata…
Belum puas menghabiskan koin rakyat
Sekarang rumputku juga…
Hey,,,,rumput mana lagi yang kau jual?
Takan ada yang mau,,,
Bagaimana jika ku tukar saja dengan jenggot yang kau anggap dasi itu,,,
Atau sembelih aku dan berikan dagingku pada rakyatmu……..
2009
Untuk Sepi Tak Terperi
Gerimis tak juga surut
Celoteh angin meniup setiap sudut
Kecupan awan saling bersahut
Dalam keheningan singkat dilantunkan amarah pada pualam yang bersandar di bahu rapuhku.
Seperti senandung iblis rapuhkan doa-doa menutup tirai peradaban sunyi.
Daun jiwaku berguguran,
Disetubuhi gerimis yang semakin pasang.
Kepal- kepal hujan yang diutus waktu untuk ubunku, perlahan.
Aku hanya ingin menjadi hujan yang diam- diam bisa turun dan menggenangi kelopak mawar yang seringkali kau pandangi dari jendela setiap pagi.
Tasikmalaya,
Januari 2008
Priok
Jalanan terlanjur berdarah sudah.
Kepulan asap terlanjur meruah sudah.
Kendaraan terlanjur menjadi bangkai sudah.
Sudahlah !
Jangan ributkan arang yang melajur sudah.
Korban meneriakkan penyesalannya diatas tandu sambil mengumbar kekhasan suara mereka.
“Lalu siapa sebenarnya hak mliknya”?
Mbah….sudahlah!
Tenang saja disana.
Disini kotamu telanjur berdarah.
2010
Setiap 10 Mei
Ini hidup tak lagi perawan.
Tak lagi beteman dengan kesunyian.
Tak lagi mengabarkan wewangian.
Sebab tangis telah menetas pada dinding yang tak bertaring,,
Dalam sajak yang tak bertulang ini aku sampaikan sebatang harap pada ringis bumi yang tak lagi gadis.
Ibu,,
Usiaku menipis
Tangisku menepis.
Saat malam melepas sajak
Dan pagi membisikkan syair
Aku hanya ingin tertegun di pangkumu
Ucap salam pada rahim yang telah menjadi atap,
Ucap rindu pada air susu yang telah merapikan hidupku,
Ucap takjub pada kasih sayang,
Yang kuagungkan dalam nyata.
Ini hidup tak lagi perawan,
Tak sanggup lagi melebarkan langkah tanpa kokoh rahimmu, tanpa pesan dari air susumu, tanpa rona riang dari kasih sayangmu.
Ibu,,
Ini hidup tak lagi perawan,
Kuagungkan restumu dalam ikrar senyumku.
Berteduh di Cimaragas ketika hujan
Sepertinya awan tak sanggup lagi terbebani.
Hendak bicara pun dia tak punya nyali.
Selaksa senyum yang kau lontarkan selepas meniup kenangan di bibir senja.
Padahal ribuan camar menunggu kau datang tuk titipkan kepalan tawa,
Agar batu bicara, agar daun menyapa.
Jujur saja,
Aku tak sehebat awan,
Tak sekuat batu,
Tapi aku daun..
Ya, daun yang titipkan kepalan tawa untuk meleburkan sisa-sisa luka kemarau.
Mungkin saja semalam bulan leleh di atas tiang mercusuar kotamu
Lalu menepi di pulau dekat rumah ibadah para pencari kengerian jalanan
Selaput langitpun bergetah dan tak sanggup lagi menggelepar seperti menyemburkan
Keriduan pada siang.
Ternyata awan yang tak punya nyali itu mengintip barisan bulir hujan dan menjatuhkannya diatas batu yang bicara dan daun yang menyapa.
Tapi aku daun yang titipkan kepalan tawa untuk meleburkan kemarau malam.
April 2010
Surat Kaleng buat Kakang
Tunggu apalagi?
Cepat – cepat kau pinang aku,,
Syaratnya mudah saja,
Karena aku bukan tonggak tonggak bergetah,,
Biar besok ketika pagi menganga, Kita telah pandai menyuapinya dengan menu pagi yang disajikan di mangkuk senggang fana.
Tunggu apalagi?
Cepat-cepat dekati ayahku,,
Sebelum kakiku terpaku berat terpahat,,
Karena aku bukan Siti Nurbaya yang bersembunyi di bilik belakang rumah.
Biar besok ketika malam mengantuk, Kita telah siapkan selimut dan menidurkannya dengan lolong srigala dihiasi siluet awan yang telanjang.
Tunggu apalagi?
Cepat- cepat kau turuti apa kata ibuku,,
Kerling surya sudah menghantam kembali,,
Karena aku bosan dengan sebungkus gusar yang terus menampar.
Biar besok ketika siang gatal dan binal.
kita tengah beradu pandang sambil menengok pagi dan malam.
Tunggu apa lagi?
Mahar yang kupinta hanya sajadah yang bertuliskan sajakmu.
Serapah
Bukan janji namanya jika tak didengar musim yang bermekaran
Bukan pernyataaan namanya jika tak dicium gairah tembang sejarah kehidupan
Lawan sulit dijadikan madu, tapi akan kupinjam warna hijau rumput di pelataran rumahmu agar janji terbayar dan pernyataan terselamatkan
Pengembaraan masih panjang, sepanjang tante girang menguraikan dongeng pada anak babi yang baru menetas di tengah malam yang dinginnya membekukan sisa-sisa degup jantung yang terkatup.
Oh,,,bukan jinnga namanya jika malam tak mengenal kebisingan
Hanya noktah serapah ditubuh lusuh pengukur jalanan
Pergi saja kelaut lepas mungkin disana ada janji yang teruirai menjadi pernyataan
Biarkan pesona pijar jemari beranjak meniti hari yang bertaji
Mengharumkan bangkai di kediamannya bersama ukiran desah selembar harap.
Sulit memang menampakan taring, hingga bumi bersayap pun mana mungkin
Yakini saja bahwa Tuhan bukan penyihir yang ketika tidur rambutnya terurai menutupi telinga kemunafikannya. Tak terdengar olehnya srigala meraung kesakitan karena ia tak memberinya segelas tangis para dara di kejauhan.
Ini serapah ! bukan bersedekah !
Esok pagi kita bangun. Kemudian menyulam manik- manik untuk dijadikan penopang tubuh.sebelum berandanya diterkam godam yang menghantam.
SAJAK-SAJAK D.DUDU A.R.
Bersemayam di Temaram Bunga Matahari
Oleh : D. Dudu A. R.
Karena Dia engkau bersemayam
Karena Dia engkau terjaga
Karena Dia engkau terbenam
Karena Dia engkau ada
Kala malam, ketika sambit di lengkung langit. Para Malaikat melantunkan kidung Tuhan diantara awang-awang surga. Diiringi alunan tasbih hingga kejora menyambut fajar. Bersimbah embun di daun pagi, asal mula engkau tertanam, yang kini terpelihara di plasenta; ruang nafasmu berhembus di dunia.
Kirana matahari masih malu berpendar di riak laut. Burung-burung bersasmita, berkicau rampak salami dunia. Kau bertanya padaNya, ”Apakah aku sanggup?”. Berkeluh tentang hidup, terbenam dalam resah. Sementara penunggumu bersedia menanti anugerah. Meskipun engkau masih sibuk berdiskusi dengan Tuhan, tentang dunia yang sangat kejam, para penanti tetap merayu agar engkau menjadi sempurna bulan, ketika matahari terbenam.
Laksana pengobat rindu, kau adalah putik buaian. Tumbuh di kembang terawang dibalut kelopak damai yang rampai. Buncah pecintamu menjalar di akar hening jendela, kau tersenyum serupa titik cahaya. Dengar bisikkan lirih dari bilik hatimu, ”Yakinilah pilihan, ketika kau menyanggupi saran Tuhan, hidup berdampingan bersama malaikat-malaikat pilihan”. Semua kembali kepadamu jua, bertegur sapa atau meminta kekuatan, melekarkan bunga di genggaman syari’atmu; kau panggil mereka Ayah dan Bunda.
2010
Merayap ke Tuhan
Oleh : D. Dudu A. R.
Ruh yang setia mendekap jasad, merenda gairah
Saat hati-pikiran bersenggama tanpa dosa.
Ketika demaun ranum bercanda bersama angin,
Haru memilin lembut ke limbung renung.
Inikah daratan? Yang melabuhkan kegalauan
Di tengah arctic ke bibir buih. Bayu dermaga,
Sesekali menampar pasi, bila bahtera tak bersahabat dengan nakhoda
Sehingga pulau segenggam tangan, menjadi berarti di telapak harapan
Ombang-ambing riak menyeruak, di nanar laut bergelombang
Mabuklah para penumpang kesepian, muntahkan bahagia di pusaran
Tak ‘kan bergeming, meski hilang ke dasar sadar samudera
Hingga mengepal kebebasan jiwa, di labuhan surga.
Adakah Tuhan menyapa? Di antara binatang melata
Atau serupa aus bangkai kapal yang karam, lenyap.
Sepertinya sama saja tiada, lalu di mana kesejatian
Yang dihadiahkan untuk para perompak mulia?
Pengembaraan tak berujung adalah hakikat hidup
Karena, tak ‘kan ada lagi tujuan kembara setelah mati di ujung tanduk
Maka, nikmati setiap sunyi menyelubungi jiwa; berjalan di keheningan
Hingga ketiadaan adalah nyata , sedekat mata sebelum memandang binasa.
Aku ke Engkau merayap-rayap, seperti ulat. Tak peduli lambat sekarat
Hingga asalku tetap di genggamMu.
2010
Kau di Puncak Hujan 2
Oleh : D. Dudu A. R.
Di puncak hari, langit menangis juga
Ketika cambuk matahari mengamuk
Aku tak sadar, lelah di muka malam
Adalah keringat tubuh merindu dekapan
Seribu kali sayang, keinginan hanyalah khayalan
Betapa tidak, penari dalam otak laksana bidadari di televisi
Direngkuh tak tergapai, di cium hanya mengembun di layar
Lalu, aku nanar, berontak menampar nalar
Rebahkan lelah di pembaring penantian, tak pernah
-lelap
Hanya bunga-bunga saja mengikuti sedari tadi
-di mimpi
Aku lemah, ketika mata memandang lengkuas hati
hanya jemari menarinari, di kertas bekas serabi
Aku tak ingin biasa menantimu disetiap senja
Kemari, jadilah lembayung ketika aku limbung
2010
di Surau Jembatan
Oleh : D. Dudu A. R.
Tergesa, muncratkan tinta; darah di tubuh gelisah
Menggelora, ketika perjalanan lama hanya sekejap
Senyap,
Entah sadar terlarut ke pusaran maut
Terbang melengkung di safir langit, seperti Elang.
Menukik di surau jembatan; rebahkan lelah di pelataran taman
Tak pernah sebuncah kali ini, mendaki waktu tanpa gundah
Ada perasaan ganjil menemani ruh, bergelombang di arus angin
Melesat satu arah, bergumul syahdu; menelorong ke langit tujuh
Menyatu dengan zat maha dahsyat, ”gawat aku kiamat”.
Dia kah mendekap? Membawaku ke tiada arah
Jiwa ke dasar sadar, tak ada gusar menampar
Daun senja melambai-lambai, saat terakhir merenung di buaian
Aku kembali mengembara.
2010
Semburat Istimewa Namamu
buat Fiorenza Farica Jiilaan
Oleh : D. Dudu A. R.
Dari ribuan nama, inilah yang teristimewa
Tanpa menampar hak Tuhan, semoga.
Kau adalah bunga kedamaian;
pilihan terbaik setiap ranum bermekaran
Bukan dari kebun ataupun halaman rumah.
Sepanjang pencarian, putik kata beterbangan
Melayang kesana-kemari bersama bayu menari biru
Demaun frase melingkari pikiran, selayak kunag-kunang
Hinggap di otak nanar, endapkan khazanah yang indah-indah
Untukmu sang anugerah, kaulah pembawa berkah
Mengubah langit temaram berparas selaras malam
Hingga afasia hampir merajam ingatan, sebelum kau datang
Selalu mencabik palung ketika lirihmu kuurung.
Dari ribuan nama, inilah yang teristimewa
Tanpa menampar hak Tuhan, semoga.
Kau adalah bunga kedamaian;
pilihan terbaik setiap ranum bermekaran
Bukan dari kebun ataupun halaman rumah.
Seperti bunga rampai, kumpulan kata terangkai
Ketika bulan berdiskusi dengan kawan sejati.
Tersilirlah renung megah nama tersematkan
Untukmu yang tersenyum manja di wajah bulan
Menggengam kata
Cahaya sempurna
saat bintang timur cumbu fajar
Inilah kesimpulan sepanjang malam
: Fiorenza Farica Jiilaan.
Kaulah bunga yang mekar di taman
Kaulah kedamaian di buncah jiwa
Kaulah pilihan terbaik dariNya
Dan, engkaulah jembatan pulang
2010
Oleh : AntenKinasih
Nyi Iteung Nan Bijak
Ntuk SFM, AZN & DMN
1
Kang Kabayan,
Tidurlah;
Sebelum malam semakin malam
Dan bermimpilah
Menjadi apa yang diimpikan
Iteung yakin;Kang Kabayan tak perlu
Mengocek uang dapur
Demi sebutir pil biru
Kang Kabayan terlalu lelah
Setelah seharian bekerja keras
Di ladang Abah
Dan malam ini tak kunjung keras ?
Besok kita ulang kembali
Tentang kisah petani
Yang membajak sawahnya
Tak selesai-selesai
Di luar jadwal
Abah
Bagaimana ?
2
Kang Kabayan,
Tidurlah;
Sebelum malam semakin malam
Dan bermimpilah
Menjadi apa yang diimpikan
Iteung berjanji;
Tak akan ada riwayat talak tiga
Kang Kabayan terlalu lelah
Setelah seharian bekerja keras
Di sawah Ambu
Dan malam ini
Tak kunjung keras ?
Besok kita ulang kembali
Tentang kisah petani
Yang mencangkul ladangnya
Tak selesai-selesai
Di luar jadwal
Abah dan Ambu
3
Kang Kabayan,
Tidurlah;
Sebelum malam semakin malam
Dan bermimpilah
Menjadi apa yang diimpikan
Iteung bersumpah;
Tak ada niatan untuk poliandri
Kang Kabayanterlalulelah
Setelah seharian bekerja keras
Memandikan kerbau di sungai
Dan malam ini
Tak kunjung keras ?
Besok kita ulang kembali
Tentang kisah petani
Yang mengasah parangnya
Tak selesaai-selesai
Di luar jadwal
Abah, Ambu dan kerbau
Setuju ?
Mei; Betrayer
1
:jangan dibaca, sebelum kau memakai baju
Mei,
Keringatmu masih menempel ditubuhku diantara dinding bermatakaku
Di sana kutemukan mimpi dan kebingungan seperti sajak-sajak yang kau
Kirim ke seribu perempuan-permpuan lugu sepertiku
Mei,
Aku bukan pelacur bagimu meski helai rambutku masih tertinggal
Di lantai kamarmu. Tidak mei, aku takkan menggadaikan mahkota
Hanya untuk bias mendekapmu apalagi sekedar bercumbu mesra
Tubuh kita merapat karena aku rapuh dalam jaring buku-buku jarimu
Yang merudapaksa hijabku. Inikah yang kau sebut fitrah itu ?
2
Apakah aku wanita bagimu mei ? Sakit adalah lupaku
Sebelum Izrail meminangku. Tetes hujan
Dalam sujud istikharah tanpa tahu apakah kasih ini
Kembali terbasuh rindumu. Meski kau tancapkan belati
Di jantungku nan ranum akan hakikat cinta
Aku tetap berdoa demi kebaikanmu. Berhentilah;
Perempuan manalagikah yang akan aku layari
Pikiran-pikirannya dengan sajak-sajak kelammu
Rebah dalam jilatan-jilatan lidahmu lalu kau
Meninggalkannya tanpa putusan kata yang mengikat
Mei, waktu dibawah kuasamu dan aku tak bisa memintamu
Untuk segera berpaling ke arah kiblatNya sebelum jemari
Waktu merampas nafas panjangmu di ardhi-Nya
3
“Mei meminang perempuan-perempuan lugu sepanjang bulan Mei
Seperti sysyfus yang mendorong batu di gunung Olympus
Kisahnya kembali berulang. ”O,…Mei bilamana ibumu
Dilayari ribuan lelaki; rasa apa yang akan kau dapati di hatimu?
Saranku untukmu Mei:
Alangkah baiknya kau menjadi model
Cover sebuah majalah terbitan Paman Sam
Sebab di sana tak mengenal karma !
2009
Lagu Nakal
1
Lelakiku
Tataplah gadismu ini tanpa jeda
Kecuplah gadis ini tanpa hirup,
Tanpa ragu !
2
Nafas cakrawala
Meminang malam
Jemari langit
Mainkan irama hatiku
Rindu secawan anggur
Yang disuling
Dari urat lelakimu ?
3
Mari menyulam kelam
Dengan syair-syair semesta
Meski dzikir terhenti
Di antara sudut-sudut malam
Dadaku kembang kempis
Sudah untuk kaulayari
Lelakiku !
2009
Jealous
Ada apa dengan senja
Setelah larut dalam penjamuan kata
Kini senja meredup bersama kelam
Tanpa sapa !
Ada apa dengan dadaku
Linu menusuk rapat ke sayap belakangku
Lemas
Sesak, meski untuk satu hembusan saja
Rambut ikal panjangmu
Senja
Dimanakah kau tanggalkan ?
2009
Doa
1
Rabb,
Jadikanlah ia yang halal bagiku
Yang bias menjadi imam bagiku
Lapangkanlah hatinya
Menempatkanku dalam kehidupannya
2
Rabb,
Beri hamba ketegaran
Dan jadikan hamba satu
Diantara mereka yang tawakal
Manakala sabar adalah pilihan
Ikhlas dalam cahaya alifMu !
3
Rabbi
Mengabulkan doaku
Lewat paras, binary, lantun
Dan senyummu
Senja
Setelah lama diendap waktu
Diburu rindu
Kau berikan tetes air surga
Tuk sejukan ladang-ladang kemarauku
Di altar fitrahNya !
2009
Oleh : Aquadez
Terima Kasih
Berdiri kaku di depan cermin
Meraut hati menata jiwa
Bersolek dengan melati putih
Menganyam rasa meraih asa
Demi engkau yang tak pernah letih
Berjuang meniti kearifan
Menjadi penghangat kala dingin
Menjadi penerang kala gelap
Menjadi naungan kala gerimis
Yang jadikan engkau kebanggaan
Guratan senyum jadikan ciri
Kau memang dekat dan tetap ada
Untukku yang selalu tak disisi
Februari, 2010
Tragedi Rumahku
Kulihat kerbau berjalan-jalan
Di trotoar Jendral Soedirman
Berbaju batik dan sepatu pentopel
Yang disemir dengan harga 1000/pasang
Serasi dan mengkilat memang, namun
Dibokongnya terpampang “BIG SALE 70%”
Dengan tulisan yang amat besar
Pantaslah, karena untuk bayar semirpun
Harus menarik kartu serigala pasar
Yang diterkam buaya terminal
Sungguh malang,
Kini daerah rumahku jadi tempat
Perkumpulan binatang liar, atau
Mungkin lebih elite dipanggil
“ZOO 70%”
Februari, 2010
Rasa Dunia
Melihatmu dunia terasa damai
Mengenalmu dunia terasa aman
Dekatmu dunia terasa nyaman
Denganmu dunia terasa ditangan
Di jauhmu dunia terasa sepi
Tanpamu dunia terasa hampa
Yang kurasa kuharap kau rasa
Yang kau rasa kuharap kurasa
Februari, 2010
Yang Kutahu
Peri kecil menari dan bernyanyi
Di atas singgasana putih
Dihiasi rembulan dan cahaya bintang
Bilakah di pelukan
Kuajarkan menghitung bintang
Agar tahu kemana angin berhembus
Bilakah di dekapan kuberikan tetesan embun
Agar tahu bahwa bumi terus beputar
Dan s’lalu mengganti hari
Peri kecil menari dan bernyanyi
Di depan dewa dewi nirwana
Di lingkupi kilauan mutiara
Februari, 2010
Oleh : Neti Avney
Tanaman Jiwa
Gelagar menguncup..
bertali biru
Tersemai dari biji merah,
bertunas tapi hijau..
inginku mekarkan warna,
tapi dilema..
Ibu..
Sentuh Aku
Tasikmalaya,3I Desember 20 09
Lalu, Muharam Kini
Aroma yang ku kenal pada muharam lalu..
Terkesiap melingkar di mahkotaku
Berseling juga babak ku kenal kotanya
Mengalun juga ramai umat menghargainya
Muharam,kini..
Ingin ku duplikatkan diri di kota itu!
Bukan tuk kenang aroma itu,tp bersamanya ku syukuri kini muharam bersambut.
untuk karawang..
Tasikmalaya,17 Desember 2009
Orang Banyak
Orang-Orang I
: Yang Bersua Dijalanan
Perempatan busuk itu diserang kegilaan obsesi tukang parkir yang tak berwujud
Mengagetkan peziarah dunia
Mengagetkan penuntut ilmu merah putih
Mengagetkan pula,aku yang masih melamunkan kemacetan otak
Belum juga tersadar,tingkah penggila menghadang
gayanya ugal memutar
hampir kau jatuhkan aku yang melamun belum tersadar
para pengayuh,di pagi membuta
menyilaukan lelah berkeluh
tak sanggup menyapa zaman,hingga merekapun ikuti aku ,pelamun.
terakhir, para berdasi
mengangkuhkan diri berjalan tanpa mau merangkul mereka yang dirundung lamunan-lamunan beku.
Orang-Orang II
:Pada mereka hedonisme kampus
Lihat mereka
Tanpa kucermat,tahu
Sungguh tak ragu
Inikah yang akan hancurkan dunia?
Orang-orang III
:Gila pada Selasar Jalanan
Kulihat pagi itu kembali
Dilautan semangat menyambut pagi
Teriak dipersimpangan pabrik terasi
Busuk dan Rusak
Gila
Kutemukan lagi dia
Orang-Orang IV
:Yang berhati
Bukan tanpa hati kuungkap
Tapi katena hati kubicara
Mengapa seenaknya saja kau ambil riang bunda
Dan kau buat ayahanda menyepi
Kau tak berhati-hati
Tasikmalaya 18 Februari 2010
Tanpa Sepatu
Menghias malam dengan mengaitkan sepatumu
Pada tanganmu,yang mengeram lelah beberapa jam lalu
Berjalan menghias aspal tanpa itu
Menuju istana tanpa gerbang pelangi
Tepat tengah malam berlari kakimu
Mengejar pagi,berlomba bersama sang kemilau
Malam itu aku tak sengaja mengekor pada malam
Ternyata sepatumu,malam itu miliki air mata
Aku saksikan kamu malu tak pakai sepatumu
Tasikmalaya-Karawang
Februari 2010
Masjid Agung Dari Gedung Timur
Tiga tiang dari sudut jendela
Membentuk ruang untukmu
Aku memandangmu
GDI Tasikmalaya
Februari 2010
Cumbui Negrida
Noktah bening membekas didaratan
Nujum akan turun kelana aliran deras
Ngarai desekujur bumi, benar !
Negrida mengelambu,tapi riang
Nirmala bercumbu mengharap nila
UPI Kampus Tasikmalaya,Maret 2010
Oleh : Salimatul Hafsh
KIDUNG
Malam tadi,
Purnama kembali berceritaTentang rindu pada malam,
Sedang malam begitu merduMelantunkan lagu melankolis tangga langit,
Lalu tiba dengan sejuta tangis membasahi bumi
Instrument rintik hujan terus bergema,
Hingga kedua tangan kembali terangkat
Dalam penghambaannya
Kidung doa yang terpanjat tulus menemani hujan
Dan perlahan berhenti seiring instrumen lara yang mulai merendah
Dan
Lenyap
Kota Resik, November 2009
CAHAYA
Gelap, hening, pekat
Berharap cahaya-Mu menembus masuk
Menggeliat dari sela jemari
Menari di tengah gelapnya hati
Memancar dari kelabunya diri
2009
CINTA
Perlahan cahaya itu mulai redup
Berganti kabut melebarkan sayapnya mendekap senja
Tak ada suara apa pun
Kecuali
Angin yang datang perlahan
Dia menghampiriku
Seraya berkata
Senyumlah, sambut dengan suka cita
Lalu bergegaslah jumpa ia
Dan datanglah dengan penuh penghambaan pada-Nya
2010
RINDU
Dingin kali ini
Mengantarku pada memori itu
Disana
Ada kisah tentang rerumputan yang menari
Lalu pinus yang selalu bercerita
Tentang ketabahan
Juga edelwais yang bernyanyi tentang cinta
Disana pula,
Perjalanan panjang dan melelahkan bermula
Menembus kabut
Menempa hujan
Dan matahari yang membakar
Disana
Cahaya kebenaran datang
Menumbuhkan selaksa impian juga harapan
Disana pula bunga cinta ini mulai mekar
2010
Oleh : Nara’
DALAM SEBUAH PENCARIAN
Merasa paling rendah,
Saat ada ditengah orang-orang
Yang menunjukkan sebuah kemantapan.
Aku tak mengerti mengapa mereka seperti itu?
Memiliki keyakinan akan keteduhan
Sedangkan aku
Belum menemukan jua peneduh itu
Atau mungkin
Aku tak melihat yang sebenarnya ada dihadapanku.
Saat seharusnya aku hanya perlu menggapai,
Dan meraihnya dalam satu langkah,
Aku malah berlari menjauh.
Yang membuat begitu lama waktu,
Harus ku tempuh untuk kembali.
Berjalan,begitu pelan perlahan.
Dan terkadang
Buat aku ingin berhenti menyerah.
November 2009
INGIN TAPI TIDAK
Saat semua kan pergi,
Aku merasa tak ingin.
Saat hari mulai menyepi,
Aku rindu sesuatu.
Berhenti menyayangi karena terlalu takut tersakiti.
Terlalu takut merasakan sebuah perpisahan.
Meski tak mengerti…
Terkadang sayang,,
Tapi sangat ingin semuanya menghilang.
Oktober 2009
JANUARIKU BERAKHIR 2 TAHUN LALU
Januariku berakhir 2 tahun lalu..
Indah pada awal kisah.
Naungan lara terbang bersama dia.
Dekapan rindu datang berkala,
Relungku gapai semua lekuknya, dia pergi
Akhir januariku,,terulang lagi tahun nanti!
Ciamis, 13 Januari 2010
KERANDA KAMI ADALAH KAU
Setengah tabung penghantar raga
Yang ditinggal jiwanya pergi
Menuju pekat udara tanah merah
Merasakan pancangan papan dan nisan
Berseteru diantara kursi kejayaan
Berebut tahta
Berebut harta
Dan tanpa kau sadar,
Kami meronta
Mati perlahan
Bagi kami yang tanpa daya
Setengah tabung itu adalah kau!
Keranda bernyawa
Pengantar jiwa menuju lahat
Kau yang buat kami
Mati tercekik krisis
Kau yang buat otak kami
Kosong tak punya cara
Kau yang buat hidup kami
Bernafas tapi mati.
Ciamis
AKU BUKAN LAGI BAYI
Aku meminta dan memohon pada Rabb-ku,
Aku menginginkan sesuatu.
Aku malu pada-Nya yang mencipta aku
Atas kesombongan dan kecurangan
Sombong karena hanya bisa meminta dan meminta,
Curang karena aku mengingat-Nya hanya saat emmbutuhkan-Nya
Padahal Rabb-ku hadir disetiap hela nafasku
Saat aku berdoa,aku percaya Rabb-ku mendengar,
Tapi keraguan mengkorosi hati
Saat aku merasa tak pantas lagi untuk meminta pada-Nya
AKU BUKAN LAGI BAYI,AKU BUKAN LAGI MAKHLUK SUCI
Aku merasa tak pantas mengaharap
Rabb-ku mau mengabulkan pengharapanku
Ternyata Tuhan begitu menyayangi
Karena Tuhan begitu menyayangi
Karena Tuhan akan tetap memberikan kenikmatan
Meski manusia itu jelas-jelas selalu melupakan-Nya
MESKI AKU BUKAN LAGI BAYI,
MESKI AKU BUKAN LAGI MAKHLUK SUCI.
Oktober, 2009
Oleh : Nanaku
Ukiran Lambang
Ku genggam ukiran lambang
Ku peluk ukiran lambang
Pahatan lusuh di hati jiwa kekal
Meraba kepastian simbol rasa
Mulai menata hati agar bibit-bibit liar tak menjadi tunas yang berakar
Sungguh begitu indah cintanya kudengar
Diri ini seakan kembali sadar
Tak berpaling dari cinta liar yang terbiar
Menuju cintanya yang suci kuat mengakar
Ketika perlahan cinta ini mulai di pertanyakan
Kan kubawa kemana hati jiwa raga ini melangkah
Tak penat aku memuja
Tak mengerti aku akan cinta
Tak daya aku meminta
Keroposnya ukiran lambang
Kota resik, 8 maret 201O
Aku ingin
Aku ingin jadi kupu-kupu
Tubuhku bersayap indah
Berwarna elok menarik hati
Memancarkan senyumku dalam langit luas
Aku ingin jadi kupu-kupu
Bisa terbang dengan sesuka hati
Terbebas dari sangkar kepenatan jiwa
Mengapai asa dari kekosongan ruang waktu
Kota resik, januari 2010
Pertemuan
Ketika waktu pertemukan kita
Dua pandang saling bertemu
Menyimpan tanya
Ketika waktu pertemukan kita
Dua bibir masih terbata
Menyimpan kata
Adakah makna dari semua itu
Walau kadang kesangsian hadir
Keresahan warnai denyut nadi
Hati telah berkata pasti
Dilema sepasang makhluk tuhan
Ciamis, 7 maret 2010
Koran
Lesuh bajuku
Kusam wajahku
Debu melumuri tubuhku
Keringat menyelimuti badanku
Terik matahari menemaniku
Di antara keramaian
Di antara kebisingan
Koran, jeritku
Koran, Koran, Koran
Penculikan anak di bawah umur
Perampokan bank
Tauran mahasiswa dengan polisi
Koran, Koran, Koran
Berita hangat, berita ibu pertiwi
Koran
persimpangan jalan
sudut pertokoan
kejamnya metropolitan
demi sesuap nasi
senyum tangis ibu pertiwi
Kota resik, 8 maret 2010
Anugrah Hidup
Gemuruh ombak pecahkan sunyi
Kicauan burung warnai senja
Semilir angin ku rasa kan damai
Pasir lembut ku rasa kan nyaman
Luapan isi hati ku teriakan
Lagu sendu ku nyanyikan
Berani terhadap perasaan
Karena hidup kan berubah kejam
Anugrah maha kuasa
Ini ujian bukan cobaan
Ini cobaan bukan ujian
Anugrah hidup
Ujian cobaan sirna dalam mensyukurinya
Kapan lagi ku ulangi nikmat anugrah kuasa
Kota resik, 8 maret 2010
Oleh : Citraresmi
Dimana
Aurora hanya kutemui di Alaska
Dingin membeku tanah atas Amerika
Ada aurora membekas lara
Antara hati yang dingin
rapuh terserak di atas batu
Aurora hanya kutemui di Alaska
Dimana lagi berada ?
Ciamis 2010
Solilokui
Raut air di muara karang tirta
membias cahaya melambaikan spektrum
jiwa yang melengkung
di atas rambatan mahalangit
Senja laut kidul merasuk ingatan
Meluluhlantakkan keheningan malam
Serpihan memori yang tertancap pasti
di tangan karang yang kokoh
Menyaksikan panah-panah meluncur
dari tebing bernama asmara
Ciamis, 27 Oktober 200
G Minor
Sol-fa-mi-la yang kau tembangkan
di ujung ipis bibirmu
teralun di tepi sayu matamu
Sol-fa-mi-la kau nyanyikan
dari parafrase kehidupan
Kau terus tembangkan
Sol-fa-mi-la mu
Dalam lagu
Nyanyian terusik di G minor
Tasikmalaya, 4 Maret 2010
Di Sudut Pasar
Di sudut pasar yang ramai
di hempasan hujan yang merantai
Dia asyik mencumbu kekasih
Di peluk erat
diiring Gesang mengalun lembut
“Kau cumbu siapa,Nak ?”
tanya lelaki setengah baya
Tapi dia tak menoleh
malah menenggelamkan muka
“Aku mencumbu kehangatan” bisiknya
Lelaki setengah baya tersenyum
Berlalu dan tinggalkan
Bungkusan hitam
Di sudut pasar yang ramai
Dia melepas kekasih lama
Sekarang mencumbu kekasih baru
Sebungkus nasi dan ikan teri
Ciamis, 7 Maret 2010
Selepas Senandung
Termenung memeluk gelap
Dunia hanya sebatas jangkrik dan
Gonggong anjing bersahutan
Dibawah atap ini kuratapkan memori syahdu
Nun jauh di sana,penjaga kalbu yang tak tersentuh
Terbayang di langit setinggi eternit
Sedangkan malam melarut bersama angin
Di sisi jendela ku berharap
Sepotong damba tengah berjelaga
Ciamis, 2010
Oleh: Hasya Hanifa
KEHILANGAN
Untuk yang tercinta (Ayah) alm
Saat kurasakan sakit hati
Ditinggalkan
Saat kau tak mungkin kembali
Kepergianmu teriring lantunan adzan
Dan do’a
Air mata ini meleleh hangat di pipiku
Ketika bukit merah itu
Menutupi tubuh dan semua kenanganmu
Di batu nisan yang bertuliskan namamu
Kusembahkan doa
Sebagai jalan kau ke surga
Untuk yang tercinta (Ayah) alm.
KepadaTuhan
Yang berpijar di langit kelam
Saksi bisu yang bertuan
Menatap dalam diriku
Yang bersimpuh
Menumpahkan air mata
Di sudut kanan kiri mataku
Temui aku di setiap malam-malamku
Jangan pernah tinggalkanku
Di gelapnya jalanku
Beri aku tetesan embun cintaMu
Jangan kau biarkan aku
Dahaga oleh dosa-dosaku
Kembali Lagi
Jejak kosong di masa lalu
Masa lalu yang tak mungkin kembali
Kembali ke pelukanku
Pelukku yang hangat
Hangatnya sang mentari
Mentari pagi menyinari
Menyinari dataran yang hijau
Hijau rumput di hamparan luas
Luas hatiku untuk masa lalu
Do’a Seorang Pengemis
Di pagi yang tak bermentari
Raut wajahnya tetap bersinar
Bahagia
Berjalan di lorong kosong
Tak berpenghuni
Dia berbicara pada Tuhan
“Tuhan
Berikan aku
Kesempatan
Untuk menikmati rizki-Mu
Walau hanya satu suap”
Yang Jauh Disana
Ketika tangis itu
Membasahi jagat
Mentari enggan
Menampakkan pesonanya
Hujan menyapaku
Lewat rintiknya
Mentari menemuiku
Lewat sinarnya
Angin memelukku
Lewat hembusannya
Tersirat
Nama yang kurindukan
Dialah
Rintikan mentari
Oleh : Paturr Rasyid
Titik Jenuh
Diperut kabut aku bernafas
Dalam dekapan selimut salju aku tertidur
Diantara derap langkah waktu begitu lambat
Dikepungan todongan senjata jenuh
Kucoba mengais sepotong asa
Tertanam jauh dalam ladang cobaan
Jauh ku dari malaikat penjagaku
Aku ingin pulang.
Aku sudah lelah dengan kepalsuan ini
Aku muak dengan kebohongan semu
Aku tidak terima dalam keadaan ini
Aku menangis
Lembang, 2009
Jenuhku
Kuberlari tanpa langkah
Bernafas tanpa udara
Kusampai dititk temuku
Simpul mati dipersimpangan
Kutiba dipuncak batasan
Antara ada dan tiada
Aku ingin bangun
Diatas mimpi kosong sebuah mimpi
Aku ingin pulang, ibu
Menyandarkan kaki peluhku
Diatas hamparan cintamu
Cinta tanpa batas dan tak berhenti
Sambutlah pulangku.
Tasik, 2010
Yakinlah.!
Tak perlu kau Tanya lagi
Siapa pemilik hati ini
Hanya dirimu…
Tak usah ragukan lagi
Satu hatiku tak terbagi
Hanya untukmu..
Jangan engkau pikirkan lagi
Aku tak kan berpaling ke lain hati
Selamanya bersama mu
Tasik, 2010
Tahukah Kau?
Tahukah kau?
Aliran waktu telah kudahului
Kusingkirkan ia ditikungan tikus
Tahukah kau?
Lautan kesenangan sanggup ku timbun
Kusisakan hanya segelas limun
Demi membangun istana dihatimu
Tahukah kau?
Langitku mendadak mendung
Cerahku pergi ditarik senyummu
Tahukah kau?
Tasik, 2010
Kecewa
Adakah obat kecewa?
Bolehkah kuminta barang sedikit?
Atau cukuplah kupinjam sebentar
Hendak kucari kemana lagi
Apotik untuk mengobati luka hati?
Carikan tabib paling sakti
Bawalah obat hati
Tasik, 2010
Kau segalanya
Kala siang menerjang
Memasang wajah keangkuhannya
Menebar sejuta panas
Maka tetaplah kau jadi mega
Yang sejukkan tiap langkahku
Saat malam menusuk
menyergap kaki-kaki lemah
berselimut dingin, merangsak
bersenjatakan gelap
tetaplah kau jadi bintang
bimbing tiap hembusan nafasku
Tasik, 2010
Harapan dan Mawar
Aku berlari dibelantara bimbang
Berenang dirawa-rawa kebingungan
Tangan kananku menggenggam harapan
Harapan untuk melepaskan penderitaan
Harapan untuk melengkapi puzzle hati
Harapan untuk menjawab tanda Tanya besar
Harapan untuk mendatangkan semangat
Harapan dapat secercah kebahagiaan
Sesungguhnya tangan kiriku dibelit mawar
Mawar berduri dari dari tanah hati yang gersang
Mawar berduri pembawa luka
Mawar berduri penyayat hati
Mawar berduri pembuat sakit hati
Aku akan berikan genggaman tangan kananku
Kan kupersembahkan harapan dipundakmu
Tapi aku merasa ini hanya sia-sia
Kau sepertinya hanya ingin mematahkan tangan kananku
Kau tak peduli langit hatiku
Kau tak peduli…
Kau tak…
Kau…
Tak pernah peduli.
Tasik, 2009
Kasihku
Sesungguhnya aku ada disini
Dekat dengan hatimu, kasihku
Inilah aku, jauh dimatamu
Terpatri dalam hatimu
Kasihku, serahkanlah seluruh hatimu
Biarkan kubahagiakan ia
Kujaga dengan air mata dan darah
Kasihku, cintailah aku apa adanya
Inilah aku, manusia tak sempurna
Kasihku, selamat datang dihatiku
Selamat datang lautan jiwa tenangku
Selamat datang diistana cintaku
Beginilah keadaannya
Hati yang tidak sempurna
Tiada kecakapan tersemat
Hatiku kosong sekosong gelapnya malam
Tasik, 2009
Oleh: Azqya Latifa
Sesuatu
Tentang sesuatu yang aku sendiri tak tau itu apa
Aku ingin mendapatkannya
Membuangnya di depanmu
Melemparnya sejauh aku bisa
Memungutnya tanpa menyesal
Memberikannya padamu
Dihempaskan tanpa perasaan
Tertawa, aku tertawa oleh sesuatu
Sesuatu yang menangis dihadapku
Menanarkan hatiku
Dan aku tersenyum tanpa makna
Serupa
Kau tau aku
Yang kau sebut sahabat
Masih ingat
Tempat waktu mengutus detik
Pertemukan kita antara ruangnya
Dan semua terus berganti
Tanpa yang kembali
Selalu serupa
tak pernah sama
Pintu
Aku,
Dunia,
Damai,
Mimpi.
Bisakah kau hadir tak dari pintu itu?
Aku tak bisa selalu menemuimu.
Malam Lima Belas
Malam lima belas,
Seperti saat bibir laut hendak menciumnya
Bertangga karang yang tak begitu menjulang
Aku merindu ia datang
Suaranya,
Auranya,
Suhu tubuhnya,
Bukan kau
Yang dengan wibawamu
Hancurkan nada antara rasa
Laskar Cintaku
Pengayuh sepeda mendorong pantatku
Dibalut plastik sesenti
Gerimis, katanya
Padahal tak senoda pelangi pun nampak di langitnya
Pengayuh sepeda lelah mengayuh
Ia membuangku ke atas merah putih
Tak hendak menampung atau apa
Merah putih terbang begitu saja
Rasanya sepi itu sunyi
Aku membuka mimpi
Bersama laskar cintaku
Menunggu penantian sang merah putih
Dengan senyum manisnya
Senyuman laskar cintaku memudar
Dibarengi auman robot zaman yang sedang berperang
Pengemis yang ditendang saat berteduh
Juga suami yang menjadi budak istri
Laskar, cintaku
Apakah kau tak suka ini
Hingga senyum menjelma tangismu
Dan engkau hilang bersama sadarku
Oleh : Khalil Ibrahim Aryasasraludira
Diganggu Badai
Dadaha, 5 Maret 2010
Aku menangis dalam kata
komat-kamit rapalan primbon durjana
Aku dikhianati
ditinggalkan sendiri
dicampakkan
ditanam
disiram
makin basah dan mendemam
hujan bedebah memukul lebam
Ada vila bocor tatkala badai
Rubuhkan sajalah!
Ada vila roboh dirobohkan
Apa lagi gerangan!
Aku menangis tanpa kata
Hening semua
Ah! Sudahlah! Mati saja!
Asu-asu keparat!
Nyalak-nyalak ngegonggong
di nyala unggun diganggu api
Ada kayu bakarkah?
Buat api membesar
Tiadakah?
Aku ganti dengan otakmu yang menjelma lemak biar jadi solar
Mejikuhibiniu, hitamnya hilang
Cilukba, anaknya hilang
Bakekok, kucing digodok berbuih seperti kodok ngisep rokok
Kok begini?
Kok? Kok?
Pagi Mabuk
Cilembang, 5 Maret 2010
Fajar menyentuh jendela
jantungku terbakar
panas dan berkobar
bintang di langit bertamu
masuk kamar dan main loncat indah
Dedaun momiji gugur-gugur
Orang-orang minum sake di bawah sakura
Wajahnya merah dan gembira
Nyanyi-nyanyi riang nepuk paha
Mereka minta aku nyanyi
Aku nyumbang lagu
suaraku sumbang
Ah! Senandung ini tidak bosan dinyanyikan
Kakiku menari sempoyongan
Telinga-telinga di depanku ditusuk-tusuk paku
Buah khuldi jatuh lewati atmosfir
Hendak menimpa kami
tertahan dahan-dahan sakura
Sinterklas-sinterklas biru dari Abbey
merokok sambil makan kacang
Kulit-kulitnya berserakan dimakan ayam
Oh! Ada suara harmonika mengiringi nyanyiku
Nadaku makin kencang
Makin sumbang
Az-Zahra!
Tarian kami masih terus mengalun
Hingga matahari terus meninggi
Az-Zahra!
Aku sedang di Kyoto rupanya
Bukan di Mesir
Untuk Az-Zahra
Lembang, 2009
Mutiara tak tersentuh
Aku mau kau tau
Ada yang sedang lahir
dalam peranakan hati
rasa yang meresahkan
Yang membuatku mendaki gunung curam
menyepi menghinakan raga menjadi resi sekolah
tapi, merah tak pernah menjadi kelabu
Yang membuatku menyelami sungai
meramai memuja raga hingga sungai beroleh asin
hingga bebek-bebek tak sudi mandi
tapi, merah tak pernah menjadi kelabu
Aku merasa menjadi gadis
yang gagal dipinang
Mencarimu meski dekat
seakan mencari sebutir pasir terindah di Sahara
Kau dekat denganku
waktu dan ruang tidak menghijab kita
tapi kau hijab sendiri dirimu dariku
malumu justru menggairahkan
Kalau kau mau
kuajak menikmati dinginnya Andalusia
menyusuri kelokan Sungai Nil
atau berziarah ke Medinah
sekedar sekejap saja
tak peduli orang bilang wek-wek-wek
aku rindu engkau
Rindukah?
Padahal aku juga membencimu
Mungkin ini dendam
Comeback to Uterus
Situ Gede, 2009
Di bawah hujan yang tidak reda
Merpati putih bertelur
Satu telur
Merpati gembira melihat anaknya
Calon anaknya
Merpati mengeram
Menunggu telur menetas
Satu musim
Dua musim
Hingga bulu-bulu merpati gugur
Bulunya rontok
Hujan datang lagi
Banjir menggenang rawa-rawa
Menerpa sarang merpati
Merpati menyelamatkan diri membawa telurnya
Membangun sarang baru di tepi danau yang kering
Mengeram kembali telur
Telur menetas
Meretak kulitnya sedikit-sedikit
Cairan kental mengalir pelan
Suara teriakan tanpa bahasa
Tanpa suara
Sebuah makhluk aneh muncul
Berkepala besar
Berparuh kecil
Bertangan satu
Berkaki kecil
Tanpa bulu
Merah warnanya
Merpati kecewa
Menatap makhluk aneh
Terbujur kaku di depannya
Dia memasukkan lagi anaknya
Ke dalam rahim
Biarlah dia di dalam saja, ujarnya
Kera Terkutuk
Cilembang, 7 Maret 2010
Suatu saat
Ada kaum kera terkutuk menjadi rahib
Juga ada yang menjadi pegawai
Lalu juga pejabat
Pengemis dan gelandangan
Sarjana dan pencuri
Buruh, petani, dan tengkulak
Seakan-akan menjadi manusia
Suatu hari
Kaum yang menjelma manusia ini
Resah berserah
Menegakkan mercusuar agar mereka bisa hidup
Melakukan puja agar rezeki tetap mengalir
Lalu mereka membuat orkestra
Yang mengalun penuh dusta dan durjana
Hingga Tuhan menumpukkan titipan siksa untuk mereka
Kepada hujan yang tidak turun
Atau belum
Suatu waktu
Kaum ini bertanya-tanya
Sampai kapankah mercusuar kan tegak
Sampai kapankah puja masih bisa terjaga
Sementara orkestra ini, ah
Mereka justru memuja orkestra sekarang
Dan kemudian mencari pulau lain
Meninggalkan Dewanya yang menumpuk siksa untuk mereka
Agar mereka masih bisa makan
Masih bisa hidup
Tapi tak pernah bisa jadi manusia asli
Ataupun kera asli
Yang ada
Kera terkutuk menjadi manusia
Oleh: Rahma Nyssa
Persembahan Untuk Hawa
Kidung berombak
Membelit setiap urat nafasnya
Tak lagi seperti saat perjuangan rasul
Jauh dari palung syar’i
Wahai jelmaan sel telur
Dada-dada mu merintih sesak
Terlalu banyak oksigen masuk
Wahai pendamba emansipasi
Saat neraca raksasa di depan mata
Bau-bau berubah bau busuk
Paras tebal menjadi nanah
Wahai sahabat
takutlah menjadi pemberani
berani membuka rongga dadamu
Engkau yang maha penyayang
Berikan cerita hidayah cinta
Dalam setiap respirasi
Realita Mimpi
Sujud sembah sang pemimpi
Nantikan aku di hajar aswad
Meraihnya atas cinta ilahi
Sujud sembah sang pemimpi
Nantikan aku Fujiama
Menjangkau dengan langkah sang khaliq
Sembah sujud sang pemimpi
Untuk sejuta coretan mimpi
Akan menjadi realita
Rusaknya lapisan ozon tak akan hentiksn ku
Perjuangan hingga titik keabadian
Ikhlas
Inginku indahkan semuanya
Setiap racun tubuh
Telah membuatku membeku
Tak bisa melangkah
Inginku buang ke palung terdalam
Menggantinya menjadi madu abadi
Optimis unuk cinta abadi
Wahai Engkau sang pemilik bumi
Segalanya untukmu
Demi cintaku padamu
Revormasi , pembaharu
Tak ada aksi pada puncaknya
Hingga tak mampu lagi berorasi
Tak mampu berdemo, korupsi hati
Membuat polisi kehilangan pekerjaannya
Politik, terlalu berlogika
tak sampai otak ku kepadanya
Ya Rabbi
Revormasi hati
Untuk pembaharu
Untuk pengganti
Bertuju pada Mu yang abadi
Pesona Untuk Ilahi
Cantik
Kau tamapak indah
Kau membuatku tak bisa menunduk
Jika ku mampu
Inginku menemanimu
Menjadi halal untuk setiap teman sujudmu
Harapanku agar menjadi harapanmu
Cintaku dengan dasar ilahi
Cintamu untukku menuju ilahi
Oleh :Riyani @stra
Sebatangkara yang Merindu
Kebingungan menjamah diri
Syahdu bergejolak dalam kalbu
Merindukamu yang masih merahasia
Dalam tangan Tuhan
Deminya
Kubersimpuh keluh selalu dibawah naungan-Mu,
YaRabb
Sebelum subuh melumpuhkan jangkrik-jangkrik malam
Merendah memohon cinta arif-Mu
Meski setengah terpekur tidur sadarku
Sebatangkara ini masih menunggu asmara-Mu
Tetap bersabar dalam sabarku
Sampai kau melempar lembut asaku
Dan Kaupun memeluk mesra
Cinta yang Kausuguhkan untukku
Dengan bunga air mata
Tasik, Maret 2010
Puisi Seorang Awam
Meski tak tau yang harus kutulis
Meski tak faham makna yang kulukis
Meski tak sempat berkata tidak
Namun penaku melambai-lambai
Memanggil menggoda meleburkan rasaku
Dalam muntahan kata-kata
Yang bukan apa-apa
Kuhanya ingin berpuisi
‘ntah ini puisi ataukah
Hanya bualan basi
Karena kuberpuisi dengan rasa hati
Bukan karena potensi diri
Puisi tentang hatiku yang pilu membatu
Dan jejak putih abu yang kelabu
Yang dulu kalian panggil aku ibu
Dan kini masih kalian panggil ibu
Ibu dalam pertemanan kita
Tentang jejak putih abu yang kelabu
Yang dulu saling melengkapi
Dan kini terpisah jati diri
Jatidiri yang masih tersembunyi dalam genggaman masing-masing jemari
Tentang jejak putih abu yang kelabu
Yang dulu memberi dengan hati
Dan kini memberi tanpa arti
Arti berarti yang tak kumengerti lagi
Tentang jejak putih abu yang kelabu
Yang dulu membutuhkanku tanpa inginmu
Dan kini membutuhkanku karena inginmu
Inginmu yang tak kuingini
Jejak putih abu
Hampir tersapu debu-debu yang terbelenggu rindu
Kini mengharu biru di lubuk kalbuku
Tasik, Maret 2010
Akulah Lembayung
Darahku bukan sedarah
Kuhanya ingin luapkan sisa-sisa cinta ini
Pada wajah kenyataan
Inikah aku
Lembayung senja
Terkawal surya yang tengah ditelan biru laut
Payah memang
Lembayung menjadi ego
Antara sisi-sisi kenyataan
Jikalau t’lah terporsi seperti adanya
Pun waktu takkan berkembang mundur
Jadikan hamba mentari di malam hari
Karnanya,
tuk bapa yang tenggelam dalam keringat
tuk ibu yang kian susut dalam keriput
tuk darah-darah sedarah yang terjebak kebodohan
Tasik,2009
Ketika Hujan Berhenti Menangis
Kemarin sore
Kulihat segores senyum
Terbentang lega di dinding cakrawala
Senyum itu menyiangkan petang
Tepi jalanan yang ahir-ahir ini
Bungkam oleh gemericik hujan
Kini berisik jeritan suka anak manusia
Rupanya,
Langit t’lah menurunkan sugesti positifnya ke bumi
Lihatlah telapak kakimu
Dia tersenyum ciumi pijakannya
Tanah-tanah jua t’lah rindu
Oleh deburan debu-debu hidup
Padanglah sore itu
Bocah-bacah tengah asyik
Menari bola di atas rumput-rumput dewasa
Dan semua terkikis
Lembayung merah di kaki galunggung.
Bantarsari, 2009
Aku Dulu Dalam Bayang Mereka
Menjalin kasih dulu
Membuat hati tersisih
Hanya dulu
Dia bernama kasih, memilih terkasih
Lalu memberi kasih sekapur sirih
Hingga terlahir
Lirih-lirih kekasih
Yang memerihkan batin kekasih
Aku dulu
Dan itu menurut mereka
Mengertilah,
Yang kuingin bukan cinta
Cinta yang melenakan mata
Cinta yang membutakan makna nyata
Melainkan kasih asih
Berumah abadi di puncak alami
Tasik, 2010
Oleh :Tsamroh Faujah
Dengan-Mu adalah indah
Dikeheningan malam
Ku sentuh kening sejadah
Dimana aku bercinta dengan-Mu
Begitu sejuk saat itu
Kegerahan dalam jiwaku sirna tersibak angin
Dari taman surga-Mu
Ya allah...
Harapku bersama-Mu
Tercipta dalam waktuku
Tasikmalaya,25-12-2009
Mimpi berbuah doa
Rabbi aku lihat hitamnya yang pekat
Aku lihat tingginya
Ohh...harum menusuk sukma
Disana manusia berjejal
Menangis,merintih berdoa
Berputar bak angin topan
Berdoa penuh harap
Labbaik allahumma labbaik
Tak peduli kaki terinjak
Tak peduli tubuh tersayat
Labbaik laa sarikalabbaik
Rabbi sedikiy aku sentuh
Kabah hitam tinggi harum itu
Tapi ahh...aku terbangun
Oh Rabbi...
Tangisku dan doaku
Kabah ridhamu tujuan akhirku
Kabulkan itu
Tasikmalaya,30-12-2009
Kesakitan yang berarti
Ketika aku kehilangan mutiara dalam cintaku
Alam seolah tahu pedihnya aku
Siang berubah kelam
Langit mendung seakan tahu cuaca hatiku
Hujanpun tiba-tiba jatuh kebumi iringi tangis
Jiwa bagai tak bernyawa
Ruh terasa lepas dari jasad
Qalbupun sakit bagai di iris
Mutiaraku !
Begitu mulya dirimu
Kau tinggalkanku karena perasaanku
Kau hiraukanku demi baikku
Kau tak ingin cinta semu dalam hidupku
Tasikmalaya,4-03-2010
Malam
Malam begitu sunyi
Ku lantunkan semilir bait
Malam begitu hening
Ku panjatkan kata
Malam begitu tenang
Ku senandung doa
Malam begitu indah
Saat bintang datang menyapa
Tasikmalaya,5-03-2010
Kerinduanku
Saat malam datang terasa sunyi
Ketika dewi bulan menampakan sinarnya
Tak terasa, hati bergetar memecahkan kesunyian
Dinginnya malam,membuatku ragu akan cintamu
Malam rindu bulan
Begitupun aku yang selalu merindukanmu
Oh...
Dinginnya malam,sepinya malam
Sampaikanlah rinduku padamu
Hembusan nafasmu beriba dalam rindu
Lantunan ayatmu menggetarkan jiwa ragaku
Tasikmalaya,5-03-2010
Oleh : Andria CP
Dengarkan
Dengarkan
Ini puisiku
Kubuat khusus untukmu
Dengarkan
Ini puisiku
Menjadi curhatan resah hatiku
Dalam hening sepi
Menata tiap tangkai kehidupan
Hingga bunga bermekaran
Dengarkan
Ini puisiku
Karena kau inspirasiku
Walau hanya hati yang tau
Biarlah dia merasakannya
Dengarkan
Ini puisiku
Kubuat khusus untukmu
Tasikmalaya,2010
Pengemis Ibukota
Merekalah jiwa-jiwa yang tenang
Yang tak rela dipisahkan derita
Merekalah orang-orang terusik
Tak mampu gelar gemerlap dunia
Disudut ramai kota
Di atas bumi mereka berpijak
Nikmati temaram malam
Menanti belas kasih orang
Meronta
Air mata tak lagi berguna
Menggetarkan nurani
Tasikmalaya, februari 2010
Boleh kucium pipimu
Boleh kucium pipimu
Teringat nada-nada rayuan
Walau memori tak begitu sempurna
Merindu tiap lirik lagumu
Iramanya getarkan gendang telinga
Riuh
Aku jadi pembantumu
Yang siap mencuci otakmu
Mengayun langkah turuti perintah
Boleh kucium pipimu
Saat kau terbangun dari mimpi
Walau pudaran cinta terungkap
Boleh kucium pipimu
Walau dengan lima bibir
sekaligus.
2010
Cinta yang Tertunda
Dalam hening penantian sendiri
Bunga kauhadirkan cerita ceria
Mengurai cinta saudara tertua
Istana cinta seorang pemuja
Meski tanya tak sempat terurai
Kucoba lupakan dinegeri orang
Lalui hari tanpa harap
Hingga kukembali menatapnya
Waktu enggan menutup rasa
Hatiku tak mampu bersua
Hingga kautinggalkan cerita
Bersimpah darah di jalan raya.
Februari 2010
Aku dan Puisiku
Ini bukan sebatas sahabat
Melainkan hubungan istimewa berkerabat
Ini juga bukan sekedar berteman
Tapi aku coba masuki perlahan
Jarak dulu pisahkan puisiku
Aku tak kenal
Dan tak ingin mengenal
Tapi waktu pertemukanku
Ya, puisi mencuri hatiku
Mencuri waktuku
Meski aku dan puisiku
Tak bisa setiap saat bertemu
Tasikmalaya,Februari 2010
Oleh : Mutiara Tinta
Rabu Malam
Mengukir dihangatnya rabu malam
Gemuruh air langit
Memercik menyeruak
Melepas kesunyian
Di malam buta
Menggoreskan jemari
Piker ku pun melayang
Menyelami kehidupan
Yang semakin kelam
Yang semakin mencekam
2010
OH HAWA
Tawa nan indah
Di pesona malam
Yang semakin mencekam
Senyum keoptimisan
Senyum ketegasan
Senyum kepercayaan
Dari diri seorang hawa
Hawa yang menjadi pesona
Hawa yang tak lekang ditelan masa
Hawa yang tak lekang ditelan dunia
2010
ALLOHU AKBAR
Allah dalam tetesan air langit
Lantunan pujian
Lantnan ayat-ayat-Mu
Akan terus mengalir
Hingga suatu saat nanti
Untaian itu tidak bisa lagi kusebut
Allah
Ketika izrail menjemputku
Biarkan aku menjemput
Allah
Rasulullah
2010
PEMECAH KESUNYIAN
Bayang-bayang jemariku
Kini telah susut
Menapaki sepi
Malam minggu ini
Cermin yang tak lagi suci
Lantai yang tak lagi bening
Dan seonggok tas
Berisi materi dunia
Ah leganya
Akhirnya si dia berbunyi
Dan semoga itu kabar bahagia
Seraut rangkaian kata kubaca
Ambigu!
Adalah jawaban
Entah dia ingat aku
Atau pulsa yang kukirim dengan sengaja
Kudapati seonggok tahi toko
Dibawah lemari
Tinggi nan lebar
Membentuk putaran
Yang tak berujung
Layaknya dunia
Menyamping
Bergerombol disamping-samping
Sudut bulatan
Dengan polos putih bersih
Ditengah onggokan itu
2009
Nero Taopik Abdillah lahir di Garut 15 Juli 1983, aktivitas saat ini mengajar di SDN Cikuya 2 Kecamatan Culamega Kabupaten Tasikmalaya. Semasa kuliah pernah aktif di Komunitas teater Cagur UPI kampus Tasikmalaya, yang kemudian mendirikan Komunitas Aksara (komunitas sastra UPI Kampus Tasikamalaya).
D.Dudu A. R., lahir di Tasikmalaya 07 Juni 1983. Menyelesaikan studi di Program S1 PGSD Interest Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kampus Tasikmalaya. Menekuni hobi menulis puisi, semenjak duduk di bangku SMA dengan bentuk syair-syair liris; keperluan lagu. Syair lirisnya dapat ditemukan dalam Album Kompilasi Born to Life (2007). Selain mengabdi di SDN. Perumnas 1 Cisalak sebagai pengajar kelas V, masih bergiat di Komunitas Musik Independent Tasikmalaya.
Ria Arista Budhiarti lahir di Garut 10 Mei 1988.Putri sulung dari pasangan Serda Mas,Udin dan Dedeh Sumiarsih ini adalah mahasiswi tingkat akhir di UPI Kampus Tasikmalaya.Tercatat aktif dalam kepengurusan AKSARA dengan mencantumkan namanya dalam posisi wakil ketua AKSARA tahun 2009.Bukti kecintaannya pada dunia sastra dibuktikan melalui keikutsertaannya dalam berbagai lomba baca puisi sejak duduk di bangku sekolah dasar.Pernah meraih juara harapan 1 pada Lomba baca puisi se-Priangan Timur tahun 2004 yang diselenggarakan oleh Bengkel Sastra Banjar.
Anten Kinasih nama pena dari Wahyuni Rahmaningsih, lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 16 November 1988. Mahasiswa UPI Tasikmalaya Jurusan S-1 PGSD semester 8 program study Bahasa Indonesia. Kerap terlibat dalam garapan teater sebagai aktor utama dan peran pembantu, adapun naskah yang pernah dimainkannya antara lain : Santawi Katempuhan, Jeblog, Dilema – Dilema ( Aa, Ii, Uu ), BOM, Hitut, Kerudung Darah. Kerap menyabet juara lomba baca puisi; Juara 1 Lomba Baca Puisi SST Se-JaBar 2008, Juara 1 Lomba Baca Puisi Temu Civitas Akademika UPI Se-Jabar Banten. Kini aktif di DoManagement Teater dan di komunitas sastra AKSARA UPI Tasikmalaya.
Aquades adalah nama pena dari Ade Sri Suryani,giat di AKSARA dan tercatat sebagai mahasiswa UIPI Kampus Tasikmalaya Kelas Interes Bahasa dan Sastra Indonesia.
Neti Avney atau Neti Avita Nur Eka Yanti lahir di Nabire (Papua) 18 November 1989. Perjalanan hidup yang dominan ditanah rantau memberikan inspirasi terbanyak dalam karyanya. Menyukai dunia kepenulisan sejak SMP, walau awalnya hanya sebatas menulis ungkapan hati di buku harian,dengan bergulirnya waktu akhirnya menyukai jenis sastra lainnya seperti puisi dan cerpen. Kini ingin tetap berkomitmen untuk selalu berkarya. Tercatat sebagai Mahasiswa UPI Kampus Tasikmalaya Semester 7 PGSD Interest Bahasa Inggris,selain itu giat di AKSARA dan BPL (Badan Pengelola Latihan) HMI Cabang Tasikmalaya. Karyanya pernah dimuat di Radar Tasikmalaya dan juga di muat dalam antologi mengenang Alm. Wan Anwar yang di selenggareakan oleh ASAS UPI Bandung.. avita_neti@yahoo.com
Salimatul Hafsh adalah nama pena dari Leli Salimatul Hafsah, lahir di Kota Resik pada tanggal 28 Desember 1989. Putri pertama dari 3 bersaudara. Mendapat jenjang pendidikan dasar di SD Negeri Bojong 1 Tasikmalaya. Melanjutkan pendidikan di SMP N 5 Tsm dan SMK N 1 Tsm. Mempunyai hobi baca, nulis, nyanyi, dan olahraga. Saat ini sedang melanjutkan studi di UPI Kampus Tasikmalaya Jurusan Guru Kelas Program Studi S1-PGSD dan giat di AKSARA.
Nara adalah nama pena dari Devi Anggraeni, remaja putrid yang masih dalam proses pencarian jati diri. Nara lahir di bandung 4 Maret 18 tahun lalu. Mencintai aktivitas tulis menulis sejak sekolah dasar, bermula dari menulis buku harian (diary), akhirnya kini berkembang menjadi suka menulis puuisi dan cerpen. Tulisan Nara tidak hanya ditulis dikertas bersampul pink,tapi juga di posting di www.dearvoome.blogspot.com (open My Blog).
Nanaku adalah nama pena dari Dina Herawati. Lahir di Ciamis 20 desember ’90 merupakan anak bungsu pencampuran Jawa Sunda, alumni TK Kemala Bayangkari 25-Ciamis, SDN Bebedilan 1, SMPN 1 Ciamis, Sman 1 Ciamis mulai menyukai tulis menulis sejak smp kelas 2 dan mulai menggeluti lebih dalam bakatnya ketika masuk sma. Sekarang tercatat sebagai mahasiswi di UPI Kampus Tasikmalaya dan aktif di Komunitas Sastra AKSARA UPI Kampus Tasikmalaya.
Dyah Ayu Paramita, lahir di Ciamis, 03 November 1991. Putri bungsu dari pasangan Drs. Awan Rachwan Kartasudjana (alm) dan Wati Setiawati ini menyukai seni tulis menulis sejak SD. Pernah aktif sebagai anggota Teater Luhur SMP Negeri 1 Ciamis dan dipercaya sebagai ketua Sanggar Seni Nuansa SMA Negeri 1 Ciamis. Mulai aktif menulis di sebuah komunitas kampus bernama AKSARA. Dyah Ayu Paramita memperkenalkan dirinya di dunia sastra dengan nama Citraresmi.
Hasya Hanifa adalah nama pena dari Fika Syahsiah Hasan. Mahasiswi S-1 PGSD UPI Kampus Tasikmalaya. Anak pertama dari tiga bersaudara anak pasangan Uyun Hasan Jumhur ( alm ) dan Atik Sugiarti. Lahir di Ciamis tanggal 6 Mei 1991. Si tomboy ini mulai menyukai sastra, khususnya cerpen, sejak ia masih duduk di kelas satu SMPN 1 Cikoneng. Dan sekarang aktif di AKSARA UPI Kampus Tasikmalaya.
Paturr Rosyid, adalah nama pena dari Ipan Hikmaturrohman. Seorang Mahasiswa UPI Kampus Tasikmalaya. Pria yang item manis ini lahir dari keluarga besar. Terlahir dari pasangan Endang Tosin, S.Pd.I dan Entin Fatimah ini lahir di Tasikmalaya 4 September 1991 Mulai jatuh cinta dengan dunia sastra sejak duduk di SMP. Namun, untuk tahap yang lebih serius baru digeluti pada saat masuk SMA.
Azqya Latifa, nama pena dari Novi Sri Hindasah yang lahir 19 tahun lalu di Garut tepatnya pada tanggal 2 November. Bungsu dari 4 bersaudara ini adalah alumnus SDN Girijaya III, yang kemudian dilanjutkan ke SMPN I Kersamanah, dan SMAN I Cibatu. Cewe yang semampai ini(semeter tak sampai) sekarang resmi tercatat sebagai salah satu mahasiswi UPI Kampus Tasikmalaya dan menjabat sebagai Kabid Aset di AKSARA. Mulai menyukai aktivitas tulis menulis dari SMP kelas 1 dan berlanjut sampai sekarang.
Khalil Ibrahim Aryasasraludira, lahir di Cirebon, 9 Juli 1990 M/15 Zulhijah 1410 H. Terlahir sebagai putra tunggal bungsu dari pasangan Ai Mala dan Edi Sarnadi. Masa kecil dilaluinya di tanah kelahiran sang ayah di Kuningan hingga kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di UPI Kampus Tasikmalaya angkatan 2009. Hal ini merupakan tanda kembalinya dia ke tanah kelahiran sang bunda. Pria dengan tinggi badan di atas rata-rata orang Tasikmalaya dan berkacamata minus ini pernah aktif di Pramuka Inti SMPN 1 Kadugede, OSIS SMPN 1 Kadugede, MPK SMAN 2 Kuningan, SMANDASastra, GEMMA-SI Kuningan, dan LKI-Gab Kuningan 2007. Penulis yang dikenal pendiam, suka membantu, tapi sensitif ini sekarang terdaftar sebagai anggota AKSARA,dan HMI. Penulis menyukai cerpen, novel, dan esay sastra. Sekarang sedang merampungkan novel dengan judul sementara “Nusabrata”. Motto hidupnya adalah “Be a best or be a first” (jadilah orang terbaik atau jadilah yang pertama). Cita-citanya adalah menjadi dosen yang aktif menulis sastra maupun nonsastra dan mengembangkan usaha orang tuanya menjadi pedagang, terutama ia ingin membangun sebuah swalayan dan toko optik.
Rahma nyysa adalah nama pena dari Ria Budiarti Suwardi. Lahir di Banjar, 07 Januari 1991. Aktivitasnya dalam dunia sastra diawali sejak masuk kuliah di UPI kampus Tasikmalaya dan mengikuti komunitas sastra AKSARA. Ketertarikannya dalam sastra diaplikasikan dalam puisi walaupun masih dalam file pribadi. Selain di aksara penulis juga aktif di KAMMI Komisarit UPI Tasikmalaya di bidang Kajian Strategis.
Riyani @stra adalah nama pena dari Rini Nuryani, lahir di Tasikmalaya, 18 Maret 1990. Seorang putri tunggal dari lima bersaudara. Seorang alumnus dari SDN Bantarsari, SMP N 6 Tasikmalaya, dan SMA N 4 Tasikmalaya. Aktif di English Club sewaktu menempuh pendidikan di SMA. Kini tengah melanjutkan studi di UPI Kampus Tasikmalaya Jurusan S-1 PGSD dan aktif dalam ekstrakulikuler AKSARA UPI Kampus Tasikmalaya.
Tsamroh Faujah adalah nama pena dari Siti Samrotul Solihat, kini tercatat sebagai mahasiswa UPI Kampus Tasikmalaya dan Tergabung dalam Komunitas Teater CAGUR juga AKSARA. Penulis sebenarnya lebih menyukai dirinya sebagai pembaca dari pada pencipta puisi namun sedikit usaha ternyata penulis bisa juga sebagai pencipta puisi.
Andria CP adalah nama pena dari Yuni Andriani. Lahir di Tasikmalaya, 17 Juni 1990. Merupakan anak ke2 dari 2 bersaudara. Alumnus SDN Margahayu, SMPN 1 Jatiwaras dan SMAN 3 Tasikmalaya. Sekarang ini sedang melanjutkan studi di UPI kampus tasikmalaya jurusan S1-PGSD dan sekarang aktif di aksara.
Yeyen Rahmawati atau mutiara tinta lahir pada hari jumat 19 Oktober 1990, dari pasangan Oce Rachman dan Siti Rohmat. Yeyen anak ke-8 dari 8 Bersaudara. Perempuan berkulit sawo matang ini alumnus dari SMUN 1 Ciamis dan Mulai menyukai berapresiasi sejak kelas 3 SMA. Karya apresiasinya menjadi mars wajib ajang ciradyka (Hyking Rally ciradyka) di SMA N Ciamis.
Mantan Ketua umum Pasukan Seni Dyah Pitaloka ini menyukai jus strawberry dan bercita-cita menjadi menteri pendidikan yang amanah dan memajukan pendidikan indonesia