Lomba Baca Puisi Sd/Sederajat (LBPSSD) Se-Priatim akan segera dilaksanakan!!
AKSARA (Area Komunitas Seni Sastra) UPI Kampus Tasikmalaya sang penyelenggara memohon doa dan partisipasi dalam acara ini
Insya Alloh pelaksanaan 9 Mei 2010 di Aula UPI Kampus Tasikmalaya
Mulai Pendaftaran tanggal 6 April 2010-6 Mei 2010 dengan investasi Rp 25.000 mendapatkan antologi puisi yang dilombakan,sertifikat peserta dan guru pembimbing,1 Pcs tea Juice dan sticker.
Hadiah yang akan diperebutkan untuk Putra-Putri terbaik se-Priangan Timur adalah :
1. Trophy Wali Kota Tasikmalaya
2. Uang Pembinaan
3. Door Price dari penerbit Erlangga
Pos Pendaftaran :
1. Sekretariat AKSARA Jl Dadaha No 18 Kota Tasikmalaya, Contact Person: Pidi (081324688743)
2. Pos Tasik Selatan,CP : OPIK,S.Pd (081323460864)
3. Pos Garut,CP: Novi (085222211272)
4. Pos Ciamis,CP : Dyah (085223568027)
5. Pos Banjar,CP : Ria (085223466096)
6. Pos Sumedang,CP: Neti (085217085916)
Cara Praktis Pendaftaran juga bisa via sms,dengan format :
Reg (spasi) Nama Peserta (spasi) Asal Sekolah (spasi) Asal Kota
Kirim Ke 085223655321
Antologi di ambil ketika registrasi ulang pada pos pendaftaran di atas,
Temu teknik pengambilan nomor peserta tanggal 7 Mei 2010 pukul 13.00
Acara Extra
1.Teater CAGUR UPI KAMPUS TASIKMALAYA
2. Bazaar Buku
3. Pembacaan Puisi AKSARA
4. Musikalisasi Puisi
Supported By : Bem UPI Kampus Tasikmalaya, Dinas Pendidikan Kota Tasikamalaya, Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya, Pemerintah Kota Tasikmalaya, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, Penerbit Erlangga, PT Sinar Sosro, Mc. Donalds, etc.
Antologi Puisi Lombanya :
PUISI BABAK PENYISIHAN
Soni Farid Maulana
TUSUK GIGI
Ada suara hutan menjerit
Dari sebuah tusuk gigi di hadapanku
Tanah berumput keong lumpur yang mati
Melayangkan kenanganku
Akan berbagai suku yang tumpur digilas industri
Cacing-cacing menyuburkan pepohonan
Tapi hutan demi hutan lenyap sudah
Dengus gergaji kiranya
Bikin beragam hewan mengungsi
Ke dalam buku catatan biologi
Atau ke dalam buku cerita kanak-kanak
Yang dibaca sambil tiduran
1987
Abdul Hadi W. M.
TUHAN, KITA BEGITU DEKAT
Tuhan.
Kita begitu dekat.
Sebagai api dengan panas.
Aku panas dalam apimu.
Tuhan.
Kita begitu dekat.
Seperti kain dengan kapas.
Aku kapas dalam kainmu.
Tuhan.
Kita begitu dekat.
Seperti angin dan arahnya.
Kita begitu dekat.
Dalam gelap
kini aku nyala
pada lampu padammu.
1976
Sugiarta Sriwibawa
SEKOLAH
Sekolah di tepi sungai
Anak-anak mencari bayangan
Asal dan arah yang mengalir
Sekolah di tepi sungai
Berpikir perahu
Bermimpi laut
Sekolah di tepi sungai
Guru menolong melukis tamasya
Anak-anak tekun memberi warna
D. Zawawi Imron
SUNGAI KECIL
sungai kecil, sungai kecil! di manakah engkau telah kulihat?
antara cirebon dan purwokerto ataukah hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil sekeras rinduku di tepimu daun-
daun bergoyang menaburkan sesuatu yang kuminta dalam
doaku
sungai kecil, sungai kecil! terangkanlah kepadaku, di manakah
negeri asalmu?
di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani
mudah melintasimu dan akan kubersihkan lubukmu agar
para perampok yang mandi merasakan juga sejuk airmu
sungai kecil, sungai kecil! mengalirlah terus ke rongga jantungku
dan kalau kau payah, istirahatlah ke dalam tidurku! kau yang
jelita kutembangkan buat kasihku.
1980
Tan Lioe Ie
DUKA BATU-BATU
Tangan yang mengelupas kulit pasir
Jangan cabik serat dagingku
Belum cukup merah darahku untuk pewarna daun
Belum sampai putih tulangku untuk penyubur tanah.
Kabut selimut bukit tersapu angin
Kumbang kekasih bunga
jatuh ke bumi. Bagaimana duka batu-batu.
Kau yang menggenggam siang dan malam
Lupakan luka laku yang memupus lidahku
Dengarkan gugat gaguku: Biar
kusuarakan duka batu-batu dalam sajakku.
Piek Ardjianto Soeprijadi
KUTILANG
burung kutilang di cabang nangkasabrang
kicaunya nyaring menebari muka ladang
kicaunya nyaring menyambut pagi datang
kicaunya nyaring mengantar hari petang
burung kutilang mematuki nangkasabrang masak
betapa girang terbang menggelepar sejenak
anak-anak mengintai dari balik belukar
bila tertangkap dipiara dalam sangkar
kicau kutilang pagi hari
melecuti hati petani
memperbanyak hasil bumi
kicau kutilang petang hari
mengusapi hati petani
berlepas lelah di desa sepi
TUSUK GIGI
Ada suara hutan menjerit
Dari sebuah tusuk gigi di hadapanku
Tanah berumput keong lumpur yang mati
Melayangkan kenanganku
Akan berbagai suku yang tumpur digilas industri
Cacing-cacing menyuburkan pepohonan
Tapi hutan demi hutan lenyap sudah
Dengus gergaji kiranya
Bikin beragam hewan mengungsi
Ke dalam buku catatan biologi
Atau ke dalam buku cerita kanak-kanak
Yang dibaca sambil tiduran
1987
Abdul Hadi W. M.
TUHAN, KITA BEGITU DEKAT
Tuhan.
Kita begitu dekat.
Sebagai api dengan panas.
Aku panas dalam apimu.
Tuhan.
Kita begitu dekat.
Seperti kain dengan kapas.
Aku kapas dalam kainmu.
Tuhan.
Kita begitu dekat.
Seperti angin dan arahnya.
Kita begitu dekat.
Dalam gelap
kini aku nyala
pada lampu padammu.
1976
Sugiarta Sriwibawa
SEKOLAH
Sekolah di tepi sungai
Anak-anak mencari bayangan
Asal dan arah yang mengalir
Sekolah di tepi sungai
Berpikir perahu
Bermimpi laut
Sekolah di tepi sungai
Guru menolong melukis tamasya
Anak-anak tekun memberi warna
D. Zawawi Imron
SUNGAI KECIL
sungai kecil, sungai kecil! di manakah engkau telah kulihat?
antara cirebon dan purwokerto ataukah hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil sekeras rinduku di tepimu daun-
daun bergoyang menaburkan sesuatu yang kuminta dalam
doaku
sungai kecil, sungai kecil! terangkanlah kepadaku, di manakah
negeri asalmu?
di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani
mudah melintasimu dan akan kubersihkan lubukmu agar
para perampok yang mandi merasakan juga sejuk airmu
sungai kecil, sungai kecil! mengalirlah terus ke rongga jantungku
dan kalau kau payah, istirahatlah ke dalam tidurku! kau yang
jelita kutembangkan buat kasihku.
1980
Tan Lioe Ie
DUKA BATU-BATU
Tangan yang mengelupas kulit pasir
Jangan cabik serat dagingku
Belum cukup merah darahku untuk pewarna daun
Belum sampai putih tulangku untuk penyubur tanah.
Kabut selimut bukit tersapu angin
Kumbang kekasih bunga
jatuh ke bumi. Bagaimana duka batu-batu.
Kau yang menggenggam siang dan malam
Lupakan luka laku yang memupus lidahku
Dengarkan gugat gaguku: Biar
kusuarakan duka batu-batu dalam sajakku.
Piek Ardjianto Soeprijadi
KUTILANG
burung kutilang di cabang nangkasabrang
kicaunya nyaring menebari muka ladang
kicaunya nyaring menyambut pagi datang
kicaunya nyaring mengantar hari petang
burung kutilang mematuki nangkasabrang masak
betapa girang terbang menggelepar sejenak
anak-anak mengintai dari balik belukar
bila tertangkap dipiara dalam sangkar
kicau kutilang pagi hari
melecuti hati petani
memperbanyak hasil bumi
kicau kutilang petang hari
mengusapi hati petani
berlepas lelah di desa sepi
PUISI BABAK FINAL
Ali Hasjmy
PETANG HARI
Di kaki langit kemerah-merahan,
Bercelup kesumba sepuhan petang,
Alam bermandi sinar-sinaran,
Aneka rona permai dipandang
Di sana sini unggas bernyanyi,
Mengucap selamat mentari hilang,
Di puncak kayu nuri menari
Meninjau syamsu sedang melayang.
Di saat itu duduklah aku,
Bersandar di batang kayu nan rindang,
Di mukaku air mengalir girang
Kupandang ke belakang hatiku sayu,
Tampak kampung melambai-lambai,
Menyeru daku: jangan bercerai!
1936
Asrul Sani
SURAT DARI IBU
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke dunia bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinari daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang,
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!
Saini K. M.
PAK GURU ACIL
Bagai pohon ranggas pada usia dua delapan
Guru Acil tegar berdiri di depan kelas
Dengan sabuknya ia kendalikan perut lapar
yang sudah menggerutu pada pukul sebelas
”Anak-anak, buka mata dan lihat dunia!” serunya
pada para siswa yang berjajar duduk
di kelas berlantai dan beratap ijuk.
”Anak-anak, kuajar kalian menulis masa depanmu.”
Di sudut Indonesia yang tak terlukis dalam peta
Guru Acil membariskan siswanya menghadap matahari;
berjalan di tanah berbatu dan bersandung-sandung
bagai tentara ia nyanyikan ”Halo-Halo Bandung”.
1985
Afrizal Malna
DADA
Sehari. Waktu sama sekali tak ada, Dada. Bumi
terbaring dalam tangan yang tidur. Ingin jadi manusia
terbakar dalam mimpi sendiri. Sehari. Semua terbaring
dalam waktu tak ada. Membaca, Dada. Membaca kenapa
harus membaca, bagaimana harus dibaca. Orang-orang
terbaring dalam tubuhnya sendiri, orang-orang terbaring
dalam pikirannya sendiri. Mengaji, Dada. Mengaji.
Keinginan jadi manusia, menulis dan membaca di tangan
sendiri.
Sehari. Waktu tidak menanam apa-apa, Dada. Hanya
hidup, hanya hidup membaca dirinya sendiri; seperti
anak-anak membaca, seperti anak-anak bertanya
Menulis, Dada. Menulis kenapa harus menulis,
bagaimana harus ditulis. Orang-orang menjauh dari
setiap yang bergerak, Dada; seperti menakuti setiap yang
dibaca dan ditulisnya sendiri. Membaca, jadi mengapa
membaca, menulis jadi mengapa menulis.
Sehari. Aku bermimpi aku jadi manusia, Dada. Sehari.
Dada. Sehari.
1983
PETANG HARI
Di kaki langit kemerah-merahan,
Bercelup kesumba sepuhan petang,
Alam bermandi sinar-sinaran,
Aneka rona permai dipandang
Di sana sini unggas bernyanyi,
Mengucap selamat mentari hilang,
Di puncak kayu nuri menari
Meninjau syamsu sedang melayang.
Di saat itu duduklah aku,
Bersandar di batang kayu nan rindang,
Di mukaku air mengalir girang
Kupandang ke belakang hatiku sayu,
Tampak kampung melambai-lambai,
Menyeru daku: jangan bercerai!
1936
Asrul Sani
SURAT DARI IBU
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke dunia bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinari daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang,
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!
Saini K. M.
PAK GURU ACIL
Bagai pohon ranggas pada usia dua delapan
Guru Acil tegar berdiri di depan kelas
Dengan sabuknya ia kendalikan perut lapar
yang sudah menggerutu pada pukul sebelas
”Anak-anak, buka mata dan lihat dunia!” serunya
pada para siswa yang berjajar duduk
di kelas berlantai dan beratap ijuk.
”Anak-anak, kuajar kalian menulis masa depanmu.”
Di sudut Indonesia yang tak terlukis dalam peta
Guru Acil membariskan siswanya menghadap matahari;
berjalan di tanah berbatu dan bersandung-sandung
bagai tentara ia nyanyikan ”Halo-Halo Bandung”.
1985
Afrizal Malna
DADA
Sehari. Waktu sama sekali tak ada, Dada. Bumi
terbaring dalam tangan yang tidur. Ingin jadi manusia
terbakar dalam mimpi sendiri. Sehari. Semua terbaring
dalam waktu tak ada. Membaca, Dada. Membaca kenapa
harus membaca, bagaimana harus dibaca. Orang-orang
terbaring dalam tubuhnya sendiri, orang-orang terbaring
dalam pikirannya sendiri. Mengaji, Dada. Mengaji.
Keinginan jadi manusia, menulis dan membaca di tangan
sendiri.
Sehari. Waktu tidak menanam apa-apa, Dada. Hanya
hidup, hanya hidup membaca dirinya sendiri; seperti
anak-anak membaca, seperti anak-anak bertanya
Menulis, Dada. Menulis kenapa harus menulis,
bagaimana harus ditulis. Orang-orang menjauh dari
setiap yang bergerak, Dada; seperti menakuti setiap yang
dibaca dan ditulisnya sendiri. Membaca, jadi mengapa
membaca, menulis jadi mengapa menulis.
Sehari. Aku bermimpi aku jadi manusia, Dada. Sehari.
Dada. Sehari.
1983
Tidak ada komentar:
Posting Komentar