LuPpH so MucH

Religious Myspace Comments
                                                 My DaY

Tak Tik Tok

Glitter Graphics Myspace Comments

Lalalalalalalala

Lalalalalalalala
Adventure

Bismillahirrohmanirrohiim.....

Ingin ku raih ridho-Nya..

Apapun yang ku lakukan aku ingin selalu ada ridho_Nya..

Blog ini Hanya karena-Nya..

Dan semoga bermanfaat untuk makhluk ciptaan-Nya.Amiin!!


myspace icons

Minggu, 29 November 2009

SD Inklusif Kota Tasikmalaya

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat.
Selama ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak – anak difabel dengan anak – anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak – haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusi. Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam hal ini para guru.
Penyelengaraan sistem pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusif (inclusive society). Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai – nilai keberagaman sebagai bagian dari realitas kehidupan. Pemerintah melalui PP.No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 41(1) telah mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus. Undang – undang tentang pendidikan inklusi dan bahkan uji coba pelaksanaan pendidikan inklusinya pun konon telah dilakukan. Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah sejauh mana keseriusan pemerintah untuk mendorong terlaksananya sistem pendidikan inklusi bagi kelompok difabel.
Beberapa kasus muncul misalnya minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum benar – benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya program pendidikan inklusi hanya terkesan program eksperimental.
Kondisi ini jelas menambah beban tugas yang harus diemban para guru yang berhadapan langsung dengan persoalan teknis di lapangan. Di satu sisi para guru harus berjuang keras memenuhi tuntutan hati nuraninya untuk mencerdaskan seluruh siswanya, sementara di sisi lain para guru tidak memiliki ketrampilan yang cukup untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yang difabel. Alih – alih situasi kelas yang seperti ini bukannya menciptakan sistem belajar yang inklusi, justeru menciptakan kondisi eksklusifisme bagi siswa difabel dalam lingkungan kelas reguler. Jelas ini menjadi dilema tersendiri bagi para guru yang di dalam kelasnya ada siswa difabel. Oleh karena itu penting bagi kami sebagai mahasiswa UPI Kampus Tasikmalaya mengetahui system dan teksis pelaksaanaan pendidikan inklusi khususnya di Kota Tasikmalaya sebagai wilayah terdekat yang bisa kami observasi.
B. Rumusan Masalah
Observasi SD Inklusif ini memiliki rumusan masalah di antaranya :
 Bagaimana kondisi objektif SD Inklusif SD Tanjung II?
 Bagaimana system pembelajaran untuk SD Inklusif?
 Adakah kesulitan guru dalam membimbing siswa berkebutuhan khusus dalam setting kelas inklusif?
 Bagaimana layanan yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus?
C. Tujuan
Dengan dilaksanakannya observasi SD Inklusif, kami bertujuan agar :
 Dapat memahami kondisi objektif SD Inklusif SD Tanjung II
 Dapat mengetahui system pembelajaran untuk SD Inklusif
 Dapat mengidentifikasi bagaimana perilaku siswa berkebutuhan khusus didalam kelas
 Dapat mengetahui cara guru membimbing siswa berkebutuhan khusus.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONDISI OBJEKTIF SD INKLUSIF SD NEGERI TANJUNG DUA
SD Negeri Tanjung II, mulai diujicobakan menjadi SD Inklusif sejak tahun 2005. Di Kota Tasikmalaya sendiri SD Inklusif yang diujicobakan, berdasarkan wilayahnya terbagi menjadi 3 yaitu, SD Negeri Tanjung II di Kecamatan Kawalu, SD Negeri Cibungkul di kecamatan Indihiang dan SD Negeri Sumelap di Kecamatan Cibeureum. SD Inklusif ini pada dasarnya bertujuan untuk meringankan beban orang tua yang memiliki anak yang berkebutuhan khusus supaya mudah mendapatkan layanan pendidikan, karena pada umumnya SLB ( Sekolah Luar Biasa) tidak selalu ada pada setiap wilayah.
a. Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SD Negeri Tanjung II
Alamat : Jl. Air Tanjung Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya
N.S.S. : 101327773008
Tahun Pendirian :1958
b. Tenaga Operasional Sekolah
SD Negeri Tanjung II ini, terdiri dari 13 tenaga pengajar. Yang terdiri dari 1 Orang Kepala Sekolah, 6 orang guru kelas, 3 orang guru sukarelawan, satu orang guru agama, satu orang guru pendidikan jasmani dan olahraga, dan satu orang penjaga sekolah.
Sekolah ini memiliki siswa sejumlah 279 siswa, yang terdiri dari 25 orang siswa yang kurang dari 7 tahun, 252 orang siswa yang usianya 7-12 tahun, 2 orang siswa yang kurang dari 12 tahun dan 2 orang siswa yang lebih dari 12 tahun termasuk didalamnya Anak Berkebutuhan Khusus sebanyak 21 orang.
c. Sarana dan Prasarana
SD Negeri Tanjung II saat ini sedang dalam tahap renovasi bangunan sekolah menggunkan kerangka baja sebanyak 3 lokal ditambah perpustakaan dengan dana sebanyak Rp 230.000.000,00.
Dari data yang kami peroleh, perkakas yang terdapat di SD Tanjung II sebagai berikut :
PERKAKAS BAIK SEDANG RUSAK JUMLAH
Meja Murid 60 buah 66 buah - 126 buah
Kursi Murid 120 buah 140 buah - 260 buah
Lemari Buku 3 buah 8 buah - 11 buah
Meja Guru 3 buah 7 buah - 10 buah
Kursi Guru 3 buah 7 buah - 10 buah
Papan Tulis 3 buah 5 buah - 8 buah
Kursi Tamu - 1 buah - 1 buah
Rak Buku 3 buah 1 buah - 4 buah
Selain perkakas diatas SD juga memilki sarana penunjang yaitu 2 ruang WC dan ruang perpustakaan yang sedang dalam tahap renovasi.
B. HASIL OBSERVASI SD NEGERI TANJUNG II
Pada tanggal 14 oktober 2009, kami telah melaksanakan observasi dengan anak yang berkebutuhan khusus. Observasi ini kami lakukan dengan cara wawancara kepada tenaga kependidikannya, mengamati situasi kelasnya, dan melakukan wawancara dengan anak yang berkebutuhan khusus.
a. Kurikulum dan Pembelajaran di SD Negeri Tanjung II
Kurikulum yang diberlakukan di SD Negeri Tanjung II sama dengan SD Reguler tapi hanya pelayanan pendidikannya saja yang disesuaikan. Menurut ibu Mila Karmila yang merupakan guru kelas II dan yang menangani siswa berkebutuhan “waktu pelayanan khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus dikelas dapat menggunakan strategi pendekatan secara personal, jika anak-anak lain sedang mengerjakan tugas saya mendatangi anak-anak tersebut untuk diberikan pelayanan sesuai kebutuhan.”
Untuk pembelajarannya sama saja dengan sekolah regular pada umumnya, tapi sebaiknya untuk SD inklusif memiliki guru pembimbing khusus. Disini terlihat betapa pentingnya peran pemerintah sebagai penyedia dan pengelola tenaga pengajar. Dalam sistem penilaian, penilaian bagi anak yang berkeutuhan khusus denagn anak normal dibedakan berdasarkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Bisa saja bagi anak normal KKM nya 70 tetapi bagi yang berkebutuhan khusus 50.
b. Profil Guru
Guru yang menangani siswa berkebutuhan khusus memilki latar belakang pendidikan SLB di Sulawesi, tapi dio SD Gunung Tanjung II ini berstatus guru kelas II, dibawah ini adalah profilnya :
Nama : Mila Karrmila, S.Pd
Tempat tanggal lahir : Tasikmalaya, 21 juni 1965
NIP :19650621072001
Agama : Islam
Status : Kawin
Ijazah dan Tahunnya : S1-09
Jabatan : Guru Kelas
Masa kerja : 23 tahun
Mulai bekerja di SD Tanjung II sejak 1 November 2007
Riwayat Pendidikan : SMA
  SPG LB
S1 Tunanetra di UNIVERSITAS NUSANTARA Bandung
c. Siswa Berkebutuhan Khusus di SD Tanjung II
Pada tahun ajaran 2009/2010 siswa berkebutuhan khusus di SD ini tercatat sebanyak 21 orang diantaranya :
1. Siswa Tunanetra (low vision) sebanyak 2 orang).
2. Siswa berkelainan bicara/gagap sebanyak 2 orang.
3. Siswa Autis Hiperaktif sebanyak 1 orang.
4. Siswa tunadaksa sebanyak 4 orang.
5. Siswa tunagrahita terbagi menjadi 2 yaitu tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang sejumlah 13 orang.
Kami mengambil sampel untuk observasi mata kuliah ini yaitu siswa autis dan siswa tuna daksa. Dari hasil observasi tersebut dapat kami uraikan sebagai berikut.
1. Siswa Tunadaksa.
Nama : Dede Ila
Jenis kelamin : perempuan

Umur : 9 thn
Kelas : IV
Dede Ila adalah salah satu siswa SD inklusif, dia menderita kelainan tunadaksa tepatnya pada bagian kaki sebelah kirinya bengkok sehingga dia cukup sukar untuk berjalan apalagi untuk berlari atau berjalan cepat. Kelainannya merupakan bawaan sejak lahir. Untuk keadaan mentalnya bisa dikatakan normal. Ini dapat dilihat dari perhatian dia pada pelajaran seperti mengerjakan pr dan interaksi dengan temannya. Dia juga cukup komunikatif jika berkomunikasi dengan orang lain, tetapi kadang dida terlihat minder karena mungkin dia merasa berbeda dengan orang lain.
Dia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Ibunya telah meninggal sejak ia masih kecil, sehingga ia dibesarkan oleh ayah dan kakaknya. Setiap berangkat kesekolah dia selalu diantar oleh ayahnya, karena jarak dari rumah ke sekolahnya cukup jauh. Teman-teman sekelasnya sangat sayang kepadanya, karena sikap tersebut telah diajarkan oleh guru sejak awal. Dan sikap kesabaran dan kasih sayang dari orang tua, guru, dan teman-temannyalah yang bisa membuat dia ceria dan pemberani walau dengan kondisinya yang tunadaksa.
2. Siswa Autis
Nama : Alif Fajar
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 8 th
Kelas : II
Nama Ibu : Maya
 Alamat : Cilolohan
Pada awalnya orang tua Alif mengetahui anaknya mengalami kelainan pada saat Alif berusia 2 tahun. Pada saat itu gejala yang terlihat adalah perilaku yang hiperaktif, dan ketika dipanggil namanya Alif tidak menoleh (tidak meresponnya).
Sebelumnya Alif bersekolah di MI, tetapi hanya sampai kelas 1. Orang tua Alif memasukan Alif ke Yayasan Rumah Bintang, yaitu sebuah yayasan untuk terapi bagi anak-anak berkebutuhna khusus. Dari Yayasan Rumah Bintang inilah orang tua Alif mendapatkan rekomendasi bahwa Alif bisa bersekolah di SD inklusif salah satunya di SD Tanjung II.akhirnya Alif dipindahkan ke SD Tanjung II.
Pada awal sekolah ibunya tidak mendampingi Alif secara penuh dalam proses pembelajaran di kelas. Tetapi menurut guru kelasnya Alif sering mengamuk dikelas, oleh karena itu Ibu Alif akhirnya menemani Alif belajar di dalam kelas.
Menurut orang tua Alif pada dasarnya kebiasaan Alif dirumah sama seperti anak normal lainya hanya saja Ia tidak bisa bergaul dengan teman sebayanya. Karakteristik autis lainnya pada Alif diantaranya dalam belajar harus dengan orang yang disukainya, kemudian dia suka mengamuk apabila sudah tidak mengerti dalam pelajaran. Dalam kesehariannya dia banyak bermain berupa miniature. Selain itu Alif kurang konsentrasi pada pelajaran di kelas walaupun sudah ada intruksi dari guru dalam artian dia lambat dalam merespon.
d. Pelayanan yang diberikan sekolah kepada siswa berkebutuhan khusus.
Menurut keterangan guru SD Negeri Tanjung II ini, layanan yang diberikan selain layanan khusus di kelas disarankan metode Home Visit digunakan. Home Visit adalah kunjungan guru ke rumah siswa dengan tujuan untuk mengetahui, menelusuri, dan mengidentifikasi permasalahan yang dialami oleh siswa. Selain itu berguna untuk mengsinergiskan peran orangtua, karena, biar bagaimanapun juga untuk menangani anak berkebutuhan khusus orangtua memiliki peranan yang cukup besar.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah obsevasi dilakukan dapat disimpulkan bahwa SD Inklusif Tanjung II tidak terlalu berbeda dengan SD reguler, karena tenaga pengajarnya belum memiliki guru pembimbing khusus yang memadai. Para siswa berkebutuhan khusus, mendapatkan layanan pendidikan dengan sangat terbatas karena selain belum ada GPK, sarana dan prasarana berupa medianya yang diberikan oleh pemerintah kurang tepat sasaran.
B. SARAN
Dari realitas yang ada kami merekomendasikan agar pemerintah membantu dalam penyediaan tenaga pengajar khususnya guru pembimbing khusus bagi SD Inklusif. Karena apabila pemerintah berani memberikan SK (Surat Keputusan) SD Negeri Tanjung II sebagai SD Inklusif maka hal yang berkenaan dengan kelengkapan penunjang pelaksanaan SD Inklusif harus dipenuhi sehingga bisa tercapai kemaksimalan usaha pembelajaran dan bimbingan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

@biEneY
mahasiswa S1 PGSD UPI Kampus Tasikmalaya
2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar